Berikutini disampaikan syarat tumbuh dan teknik budidaya bawang merah di lahan kering. A. PRA TANAM 1. Syarat Tumbuh China yang iklimnya subtropis saja bisa menghasilkan bawang yang baik dan mampu mengekspornya ke Indonesia, sesuatu yang Aneh kan.Negara Tropis impor produk holtikultura dari negeri sub tropis. Biarkan umbi beberapa
Salah satu taburan wajib dalam makanan berkuah adalah bawang merah goreng. - Salah satu taburan wajib dalam makanan berkuah adalah bawang merah goreng. Biasanya bawang merah goreng sering digunakan sebagai hiasan untuk makanan, seperti mi goreng, nasi goreng, sup, mi ayam, atau bubur. Taburan bawang merah goreng di atas hidangan memberikan sentuhan gurih dan tekstur yang renyah. Tahukah kamu? Bawang merah goreng enggak hanya untuk memperkuat aroma makanan, lo. Namun juga berguna sebagai penyedap rasa masakan sehingga meningkatkan selera makan, Kids. Selain itu, bawang merah goreng bisa digunakan sebagai taburan di atas salad untuk memberikan rasa gurih dan renyah. Meski terlihat mudah dalam pembuatannya, ternya diperlukan trik khusus untuk menghasilkan bawang merah goreng yang renyah dan gurih. Yuk, kita cari tahu sama-sama apa saja tips agar bawang merah goreng renyah dan gurih, Kids! Tips agar Bawang Merah Goreng Renyah dan Gurih 1. Pilih Jenis Bawang yang Tepat Pilihlan bawang yang tepat adalah langkah pertama untuk menciptakan bawang goreng yang renyah dan gurih. Baca Juga 5 Kondimen Terpopuler dari Indonesia versi Taste Atlas 2023, Salah Satunya Bawang Goreng Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya. PROMOTED CONTENT Video PilihanKeberhasilanmicrocutting pada bawang merah di tandai dengan munculnya tunas dan akar pada potongan umbi bawang merah yang disemaikan. teknik microcutting pada bawang merah berpengaruh sangat nyata pada kecepatan tumbuh tanaman. Metode microcutting secara tunggal dengan arah horizontal menghasilkan kecepatan tumbuh 1,58
Peningkatan areal pertanaman bawang merah mendorong peningkatan pemanfaatan varietas unggul dan ketersediaan umbi berkualitas sebagai sumber benih. Studi varietas dan ukuran umbi bawang merah terhadap produktivitas hasil telah dilakukan di Kebun Percobaan Margahayu, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang dari bulan Agustus sampai November 2009. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh varietas dan ukuran umbi terhadap produktivitas bawang merah. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok pola factorial dengan enam ulangan. Tiga varietas yaitu Bima, Maja, dan Sumenep dan ukuran umbi, yaitu kecil 1,04 - 1,29 cm, sedang 1,47-1,67 cm, dan besar 1,93-2,05 cm diuji dalam penelitian ini. Parameter yang diamati ialah jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah, dan bobot kering umbi per rumpun dan per umbi serta per plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas bawang merah menggunakan umbi ukuran sedang tidak berbeda nyata dengan umbi ukuran besar. Penggunaan umbi ukuran sedang dalam sistem produksi bawang merah dapat mengurangi biaya produksi sebesar 33-40% tanpa mengurangi tingkat produktivitasnya. Increasing of shallots cultivation area stimulates improving utility of superior varieties and availability of qualified-bulb as seed source. Study on the effect of variety and bulb size on the shallots productivity was conducted at Margahayu Experimental Garden of Indonesian Vegetable Research Institute from August till November 2009. The objective of this study was to determine the effect of variety and bulb size on the shallots productivity. Factorial experiment was arranged in a randomized complete block design with six replications. Three varieties Allium ascalonicum Bima, Maja, and Sumenep and bulb sizes of small cm, medium cm, and large cm. Parameters observed in the experiment were number of bulb, bulb diameter, fresh and dry bulb weight per bulb, plant, and plot. The research results indicated that shallots productivity derived from medium bulbs was not significantly different compared to the large size of bulbs. Medium bulb size was appropriate applied in shallots cultivation due to reduce the production cost down to 33-40%. 1,8 cm atau >10 g, umbi benih sedang Ø = 1,5-1,8 cm atau 5-10 g, dan umbi benih kecil Ø = <1,5 cm atau <5 g Sumarni dan Hidayat 2005. Umbi besar dapat menyediakan cadangan makanan yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan di lapangan. Menurut Sutono et al. 2007, umbi benih berukuran besar tumbuh lebih baik dan menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi. Namun, penggunaan umbi benih yang berukuran besar berkaitan erat dengan total bobot benih yang diperlukan dan sekaligus memengaruhi biaya produksi untuk benih, sehingga menjadi lebih tinggi. Untuk mengefisiensikan biaya produksi benih, maka diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi ukuran diameter umbi yang optimum dan menekan biaya produksi untuk benih. Hipotesis dari penelitian ini dapat diketahui ukuran optimum diameter umbi benih bawang merah pada varietas Bima, Maja, dan Sumenep. BAHAN DAN METODEPenelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2009 di Kebun Percobaan Margahayu Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, dengan altitud m dpl. dan jenis tanah Andisol. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dua faktor tiga varietas dan tiga ukuran diameter umbi dengan enam ulangan. Faktor pertama ialah varietas yang terdiri atas varietas Bima, Maja, dan Sumenep, sedangkan faktor kedua ialah ukuran diameter umbi yang terdiri atas ukuran kecil K 1,04-1,29 cm, sedang S 1,47-1,67 cm, dan besar B 1,93-2,05 cm yang ditentukan melalui pengukuran acak dari umbi yang digunakan. Kombinasi perlakuan dan ukuran diameter umbi disajikan pada Tabel 1. Di Indonesia, standar nasional Indonesia SNI untuk benih bawang merah belum memuat standar untuk ukuran. Untuk keperluan penelitian ini, diterapkan gradasi ukuran benih sebagai berikut ukuran benih kecil, sedang, dan besar berdasarkan 10 contoh dengan hasil seperti ditampilkan pada Tabel 1. Prosedur Penelitian Untuk menyeragamkan pertumbuhan, sebelum ditanam sepertiga bagian atas umbi dipotong. Umbi ditanam dengan jarak tanam 20x15 cm dalam plot dengan luas 2 m2. Pupuk yang digunakan ialah pupuk kandang kuda 20 t/ha, Urea 200 kg/ha, SP36 200 kg/ha, KCl 200 kg/ha, ZA 500 kg/ha, dan dolomit 1,5 t/ha. Pupuk SP36 diberikan bersamaan dengan pupuk kandang pada waktu tanam, sedangkan pupuk susulan diberikan pada umur 2 dan 3 minggu setelah tanam MST, masing-masing setengah dosis N dan K. Peubah PengamatanBawang merah dipanen ketika daun dari 50% populasi tanaman telah terkulai ke permukaan tanah. Data diambil dari rerata lima tanaman contoh yang dipilih secara acak pada tiap plot, memiliki tanaman tetangga dan bukan tanaman pinggir. Parameter yang diamati pada waktu panen antara lain jumlah umbi, diameter umbi pada bagian terbesar umbi, bobot basah per rumpun, bobot basah per umbi, dan bobot basah per plot, sedangkan bobot kering per rumpun, bobot kering per umbi, dan bobot kering per plot diukur setelah bawang merah hasil panen dikeringanginkan selama 3 hari. 208J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011Analisis DataAnalisis sidik ragam data dilakukan menggunakan program PKBTStat-10. Jika terdapat perbedaan nyata antarrerata perlakuan, maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur BNJ Tukey pada taraf 5%.HASIL DAN PEMBAHASANHasil sidik ragam menunjukkan terdapat interaksi antara varietas dengan ukuran umbi untuk parameter bobot kering per rumpun. Varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap karakter jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah per rumpun, bobot basah dan bobot kering per plot, dan bobot kering per umbi Tabel 2. Sementara, ukuran umbi berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi, bobot kering per rumpun, bobot basah per plot, dan bobot kering per plot tetapi tidak berbeda nyata untuk diameter umbi, bobot basah per rumpun, bobot basah per umbi, dan bobot kering per umbi Tabel 3. Di antara varietas yang diuji, varietas Bima menghasilkan nilai tertinggi pada jumlah umbi, bobot basah, dan bobot kering per rumpun serta bobot basah dan bobot kering per plot, selanjutnya diikuti varietas Maja dan Sumenep. Varietas Maja menunjukkan nilai tertinggi untuk diameter umbi, bobot basah, dan bobot kering per umbi, sedangkan varietas Sumenep menunjukkan nilai terendah untuk semua parameter Tabel 2. Ketiga varietas bawang merah yang digunakan dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi Lembang m dpl., tetapi umur panennya lebih lama daripada ketika ditanam di dataran rendah. Umur panen varietas Bima dan Maja pada penelitian ini ialah 90 hari setelah tanam HST, sedangkan Sumenep dipanen pada umur 100 HST. Pada penelitian yang lain, varietas Bima dapat dipanen pada umur 70 HST pada ketinggian 560 m dpl. Sumiati 1996 dan varietas Maja pada umur 60 HST pada ketinggian 10 m dpl. Putrasamedja dan Soedomo 2007. Bawang merah merupakan tanaman berhari panjang, proses pembentukan umbi membutuhkan jumlah siang yang lebih panjang dibandingkan tanaman berhari pendek. Umbi bawang merah dapat terus membesar dan kemudian membentuk anakan ketika batas minimum panjang hari tercapai. Di sisi lain, suhu dataran tinggi yang lebih rendah dari dataran rendah membuat waktu yang dibutuhkan agar jumlah minimum panjang hari tercapai semakin lama. Menurut Lancaster et al. 1996, bawang bombay dapat terinisiasi berumbi ketika memenuhi batas minimum panjang hari 13,75 jam dan umbi terbentuk ketika jumlah derajat panjang hari telah melebihi 600 derajat hari. Jumlah umbi yang berbeda pada ketiga varietas tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing varietas. Menurut Budianto et al. 2009, heritabilitas dalam arti luas untuk jumlah umbi bawang merah kultivar Ampenan termasuk Tabel 1. Tiga ukuran diameter umbi benih dari tiga varietas yang digunakan dalam per-cobaan Three classes of seed bulb size of three varieties used in the experimentVarietasVarietiesUkuranSizeDiameter Diameter, cmRerata AverageMinimalMinimumMaksimal MaximumStandar deviasiDeviation standardBima K 1,14 0,98 1,26 0,10 S 1,63 1,39 1,77 0,13 B 1,95 1,68 2,28 0,20Maja K 1,29 1,03 1,54 0,14 S 1,67 1,46 1,97 0,16 B 2,05 1,73 2,21 0,15Sumenep K 1,04 0,97 1,17 0,07 S 1,47 1,27 1,63 0,12 B 1,93 1,68 2,28 0,19K = Kecil Small, S = Sedang Medium, B = Besar Large 209Azmi, C. et al. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap Produktivitas Bawang Merah sedang 21,05%. Angka ini memberikan arti bahwa karakter jumlah umbi bawang banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil penelitian tersebut menjelaskan perbedaan jumlah umbi yang diperoleh dari ketiga varietas yang diuji dalam penelitian. Jumlah umbi varietas Bima mencapai 11,73 umbi Tabel 2. Angka ini mendekati potensi maksimum umbi varietas Bima 7-12 umbi per tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Koswara 2007 yang menyatakan bahwa varietas Bima juga beradaptasi baik di lahan sulfat masam, sehingga varietas Bima diketahui beradaptasi luas, sedangkan jumlah umbi varietas Sumenep masih di bawah potensi hasilnya jika ditanam di dataran tinggi Tabel 2. Padahal potensi jumlah umbi varietas Sumenep dapat mencapai 12-14 umbi. Hal ini disebabkan karena fenotipik tanaman ditentukan oleh interaksi antara genetik varietas dan lingkungan. Penjelasan ini juga sesuai dengan penelitian Ambarwati dan Yudono 2003 bahwa varietas yang berdaya hasil tinggi di satu tempat belum tentu memberikan hasil yang tinggi di tempat lain. Diameter umbi yang berbeda pada ketiga varietas tersebut juga dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing varietas. Menurut Putrasamedja dan Soedomo 2007, selain lingkungan, besar umbi juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jika berbagai varietas ditanam di lahan yang sama, maka besar umbi tiap varietas juga Tabel 3 diketahui bahwa ukuran umbi besar menghasilkan nilai tertinggi untuk parameter jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah, dan bobot kering per plot. Namun nilai ini tidak berbeda nyata dengan ukuran umbi sedang. Umbi benih berukuran sedang menghasilkan nilai tertinggi untuk parameter bobot basah per rumpun, bobot kering per rumpun, dan per umbi, sedangkan umbi benih berukuran kecil menghasilkan nilai tertinggi untuk parameter bobot basah per umbi. Penggunaan umbi benih berukuran sedang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan penggunaan umbi berukuran besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan Maskar et al. 1999 bahwa ukuran umbi benih tidak memengaruhi pertumbuhan vegetatif dan komponen produksi bawang merah varietas Lokal Palu Limbongan dan Maskar 2003. Meskipun tidak berbeda nyata, diameter umbi meningkat seiring dengan makin besarnya umbi benih yang digunakan Tabel 3. Kondisi ini senada dengan yang terjadi pada bawang bombay yang menunjukkan bahwa diameter umbi semakin besar ketika ukuran umbi benih yang digunakan juga makin besar Sumiati dan Sumarni 2006, Ashrafuzzamani et al. 2009. Diameter umbi hasil dari ketiga kelompok ukuran menunjukkan nilai rerata yang tidak berbeda nyata dengan ukuran lebih dari 2 cm, Tabel 3. Hasil ini memenuhi karakteristik utama umbi bawang merah yang disukai petani, yaitu umbi berbentuk bulat, berwarna merah tua, berdiameter sekitar 2 cm, dan beraroma menyengat Basuki 2009a, 2009b, dan 2009c Gambar 1. Interaksi yang berbeda pada taraf 5% terjadi antara varietas dan diameter umbi untuk bobot kering per rumpun Tabel 4. Hal ini disebabkan karena perbedaan varietas. Varietas yang berbeda memberikan nilai susut bobot yang berbeda pula Brewster 1994, Basuki 2005. Tabel 2. Rerata jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah per rumpun, per umbi, per plot, serta bobot kering per umbi dan per plot pada tiga varietas Average number of bulb, bulb diameter, fresh weight per plant, as well as per bulb and per plot, and dry weight per bulb and per plot of three varieties VarietasVarietiesJumlah umbi bulbDiameter umbiBulb diametermmBobot basah Fresh weight, gBobot kering Dry weight, gRumpun PlantUmbiBulbPlotPlotUmbiBulbPlotPlotBima 11,73 a 20,89 b 76,33 a 6,70 a a 5,19 b aMaja 7,60 b 24,20 a 60,31 b 7,87 a b 6,71 a bSumenep 5,77 c 17,23 c 40,00 c 7,00 a b 5,25 b 967,78 c 210J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011Tabel 3. Rerata jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah per rumpun, per umbi, dan per plot, dan bobot kering per umbi dan per plot pada tiga ukuran umbi benih Average number of bulb, bulb diameter, fresh weight per plant, as well as per bulb, and per plot, and dry weight per bulb and per plot of three bulb seed size Ukuran umbiBulb sizeJumlah umbi bulbDiameter umbiBulb diametermmBobot basah Fresh weightgBobot kering Dry weightgRumpun PlantUmbiBulbPlotPlotUmbiBulbPlotPlotKecil Small 7,30 b 20,64 a 54,89 a 7,56 a b 5,81 a 987,78 bSedang Medium 8,61 a 20,78 a 61,87 a 7,24 a a 5,84 a aBesar Large 9,19 a 20,91 a 59,89 a 6,77 a a 5,50 a aPada penelitian ini, varietas Bima, Maja, dan Sumenep masing-masing memiliki susut bobot sebesar 41,5, 36,8, dan 35,4%. Varietas Sumenep memiliki susut bobot terendah dibandingkan kedua varietas lainnya yakni 35,4%. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Gunadi dan Suwandi 1989 dalam Kusmana et al. 2009, varietas Sumenep mengalami susut bobot sebesar 37,1-42%. Susut bobot yang relatif rendah ini kemungkinan disebabkan karena bawang merah varietas Sumenep secara genetik memiliki aroma yang lebih tajam dibandingkan varietas Bima dan Maja dan memiliki padatan terlarut yang relatif tinggi, sehingga ketika dikeringkan susut bobotnya relatif kecil. Hal ini sesuai dengan Freeman dan Whenham 1976 dalam Putrasamedja dan Soedomo 2007 bahwa aroma yang tajam pada bawang merah berkorelasi positif dengan jumlah padatan terlarut dan menurut Histifarina dan Musaddad 1998 jumlah padatan terlarut berbanding terbalik dengan kadar air dan susut bobot bawang merah. Oleh karena itu bawang merah varietas Sumenep yang memiliki aroma yang lebih tajam dibandingkan varietas Bima dan Maja memiliki padatan terlarut yang lebih banyak dan susut bobot yang lebih kecil dari keduanya. Gambar 1. Keragaan umbi benih Performance of bulb a kecil small, b sedang medium, c besar dengan hasil yang diperoleh dari large seed bulb with yield fromd benih ukuran kecil small, e benih ukuran sedang medium, dan f benih ukuran besar pada 4 hari setelah panen large seed bulb on 4 days after harvest abcd e f 211Azmi, C. et al. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap Produktivitas Bawang Merah Pada penelitian yang lain, Sumiati 1996 melaporkan bahwa bawang merah varietas Bima memiliki susut bobot yang lebih tinggi daripada yang dihasilkan pada penelitian ini yang sebesar 64,3%. Perbedaan ini kemungkinan akibat perbedaan tempat dan musim tanam. Sumiati 1996 menanam bawang pada bulan Juni sampai dengan September 1994 di daerah dengan ketinggian 560 m dpl., suhu rerata ± 24˚C, rerata amplitudo suhu ± 4˚C, dan tanaman dipanen ketika berumur 70 HST, sedangkan penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus sampai dengan November 2009 di daerah dengan ketinggian m dpl., suhu rerata ± 20˚C, rerata amplitudo suhu ± 9˚C, dan tanaman dipanen pada umur 90 HST. Hal yang berbeda dihasilkan dari penelitian yang dilakukan oleh Putrasamedja dan Soedomo 2007. Bawang merah varietas Maja yang ditanam memiliki susut bobot sebesar 20,13%. Angka susut bobot varietas Maja pada penelitian Putrasamedja dan Soedomo 2007 lebih rendah 16,67% dari susut bobot yang dihasilkan pada penelitian ini 36,8%. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Desember 2006 sampai dengan Februari 2007 di daerah dengan ketinggian 10 m dpl., suhu rerata ± 27˚C, rerata amplitudo suhu ± 9,5˚C, dan tanaman dipanen pada umur 60 HST. Faktor amplitudo suhu yang memengaruhi hasil dua penelitian yang berbeda pada varietas Bima dan Maja tidak terjadi pada varietas Sumenep. Hal ini kemungkinan secara genetik varietas Sumenep lebih stabil dibandingkan kedua varietas lainnya, sehingga varietas Sumenep sedikit dipengaruhi faktor lingkungan amplitudo, sedangkan varietas Bima dan Maja dominan dipengaruhi oleh lingkungan. Makin besar amplitudo suhu, berarti suhu siang hari makin tinggi dan suhu malam/pagi hari makin rendah. Suhu siang hari yang tinggi mendukung tanaman berfotosintesis dan menghasilkan fotosintat yang diakumulasi sebagai padatan terlarut dalam umbi. Pernyataan ini sesuai dengan Brewster 1994 bahwa banyaknya cahaya yang diterima daun selama masa pengumbian dapat meningkatkan padatan terlarut dalam umbi bawang. Makin tinggi padatan terlarut dalam umbi, maka makin rendah susut bobotnya. Varietas Bima menghasilkan bobot kering per rumpun signikan lebih tinggi untuk diameter umbi kecil dan sedang dibandingkan dengan varietas Sumenep, tetapi tidak berbeda signikan dengan varietas Maja. Untuk umbi berdiameter besar, bobot kering per rumpun tertinggi dihasilkan oleh varietas Maja. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan varietas Bima, tetapi berbeda nyata dengan varietas Sumenep Tabel 4.Makin besar ukuran umbi benih, maka makin besar pula kebutuhan benih per hektar dan biaya yang dibutuhkan untuk pembelian umbi benih bawang merah. Berdasarkan efisiensi biaya, penggunaan umbi benih bawang merah berukuran sedang dapat digunakan untuk menghasilkan produksi yang tidak berbeda dengan penggunaan umbi benih berukuran besar. Ukuran benih umbi sedang pada penelitian ini menghasilkan bawang merah dengan ukuran umbi yang masih dapat diterima petani, karena ukurannya masih dalam kisaran 2 harga benih diasumsikan dan jarak tanam 10 x 20 cm, perhitungan biaya dan esiensi penggunaan umbi benih bawang merah berukuran besar kemudian menggunakan benih berukuran sedang, atau kecil disajikan secara rinci pada Tabel 4. Produktivitas umbi benih berukuran sedang, tidak berbeda nyata dengan ukuran besar Tabel 3, hal ini berarti Tabel 4. Interaksi varietas dan ukuran umbi pada bobot kering per rumpun Interaction between variety and bulb size based on dry weight per plant VarietasVarietiesUkuran umbi Bulb sizeKecilSmallSedangMediumBesarLargeBima 58,00a 62,33a 56,67aA A AMaja 39,67ab 52,67ab 62,00aA A ASumenep 27,67b 34,67b 27,67bA A A 212J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011dapat menghemat biaya pembelian benih bawang merah antara 14-16,5 juta rupiah Tabel 5, atau esiensi sekitar 33-40% per umumnya petani menggunakan benih hasil perbanyakan sendiri atau dari penangkar yang belum menggunakan standar ukuran benih. Idealnya benih yang seragam dipergunakan dalam produksi untuk memperoleh kestabilan hasil. Berdasarkan standar nasional Indonesia SNI untuk benih dasar BD dan benih sebar BS tidak ditemukan syarat pengkelasan mutu berdasarkan ukuran umbi, sedangkan untuk umbi konsumsi, umbi bawang merah berdiameter minimal 1,7 cm dimasukkan dalam mutu I dan bawang berdiameter minimal 1,3 cm termasuk dalam mutu II. Dari hasil penelitian ini, para penangkar benih dapat mengelompokkan umbi benih bawang merah sesuai ukuran dan menjual atau memakai umbi berukuran sedang sebagai umbi benih dan menjual umbi berukuran besar sebagai bawang konsumsi. Petani diuntungkan dua kali ketika menggunakan umbi berukuran sedang. Pertama, keuntungan diperoleh dari penghematan biaya produksi untuk benih jika benih diperoleh dengan membeli. Namun petani memperoleh hasil yang sama dengan penggunaan umbi berukuran besar. Kedua, petani dapat menjual umbi berukuran besar untuk konsumsi dengan harga yang lebih tinggi, karena umbi ukuran ini masuk kelas I dan memakai sendiri umbi berukuran sedang sebagai Varietas dan ukuran umbi memberikan pengaruh yang nyata pada parameter yang Jumlah umbi terbanyak dihasilkan oleh varietas Bima, sedangkan ukuran diameter umbi terbesar dihasilkan oleh varietas Ukuran umbi sedang dan besar memberikan hasil yang tidak berbeda Penggunaan umbi benih bawang merah berukuran sedang Bima 1,39-1,77 cm, Maja 1,46-1,97 cm, Sumenep 1,27-1,63 cm dapat digunakan untuk produksi bawang merah yang dapat menekan biaya produksi untuk benih sekitar 33-40%.UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih kami sampaikan kepada Hibah Program Sinergi Penelitian Pengembangan Bidang Pertanian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dana yang diberikan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Bambang Subiyanto atas bimbingan dan masukan terhadap penulisan hasil penelitian ini. Tabel 5. Analisis esiensi penggunaan tiga kelompok ukuran benih tiga varietas bawang merah Analysis of efciency on utilization of three class bulb seed size on shallots VarietasVarietyUkuran umbiBulb sizeReratabobot per umbiAverage weight of per bulbgKebutuhan benihper haSeed/hakgBiayauntuk benihSeed costRpPenghematan*SavingRp %BimaK 1,31 654,5 70,42S 2,83 36,06B 4,43 0 0,00MajaK 1,28 642 70,75S 2,93 33,23B 4,39 0 0,00SumenepK 1,04 521 2,45 1223,5 4,09 2046 0 dengan kelompok ukuran benih sedang Was compared to medium bulb seed. Asumsi harga benih Seed price assumption K = Kecil Small, S = Sedang Medium, B = Besar Large 213Azmi, C. et al. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap Produktivitas Bawang Merah PUSTAKA1. Ambarwati, E. dan P. Yudono. 2003. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah. Ilmu. 102 Ashrafuzzamani, M., M. Nasrul Millat, M. Razi Ismail, M. K. Uddin, S. M. Shahidullah, and Sariah Meon. 2009. Paclobutrazol and Bulb Size Effect on Onion Seed Production. Int. J. Agric. Biol. 113 Basuki, R. S. 2005. Penelitian Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP D1. 8 _________. 2009a. Analisis Tingkat Preferensi Petani Brebes terhadap Karakteristik Hasil dan Kualitas Bawang Merah Varietas Lokal Asal Dataran Medium dan Tinggi. J. Hort. 194 _________. 2009b. Analisis Tingkat Preferensi Petani terhadap Karakteristik Hasil dan Kualitas Bawang Merah Varietas Lokal dan Impor. J. Hort. 19 2 _________. 2009c. Preferensi Petani Brebes terhadap Klon Unggulan Bawang Merah Hasil Penelitian. J. Hort. 193 _________. 2010. Sistem Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes. J. Hort. 202 Brewster, 1994. Onions and Other Vegetable Alliums. CAB International, Cambridge. 236 Budianto, Aris, Ngawit, dan Sudika. 2009. Keragaman Genetik Beberapa Sifat dan Seleksi Klon Berulang Sederhana pada Tanaman Bawang Merah Kultivar Ampenan. Crop Agro. 21 Histifarina, D. dan D. Musaddad. 1998. Pengaruh Cara Pelayuan Daun, Pengeringan, dan Pemangkasan Daun terhadap Mutu dan Daya Simpan Bawang Merah. J. Hort. 81 Koswara, E. 2007. Teknik Pengujian Daya Hasil Beberapa Varietas Bawang Merah di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Bul. Teknik Pert. 112 Kusmana, R. S. Basuki, dan H. Kurniawan. 2009. Uji Adaptasi Lima Varietas Bawang Merah Asal Dataran Tinggi dan Medium pada Ekosistem Dataran Rendah Brebes. J. Hort. 193 Lancaster, J. E., C. M. Triggs, J. M. De Ruiter, and P. W. Gandar. 1996. Bulbing in Onions Photoperiod and Temperature Requirements and Prediction of Bulb Size and Maturity. Annals Botany. 78 Limbongan, J. dan Maskar. 2003. Potensi Pengembangan dan Ketersediaan Teknologi Bawang Merah Palu di Sulawesi Tengah. J. Litbang Pert. 223 Maskar, Sumarni, A. Kadir, dan Chatijah. 1999. Pengaruh Ukuran Bibit dan Jarak Tanam terhadap Hasil Panen Bawang Merah Varietas Lokal Palu. Prosiding Seminar Nasional. Palu, 3-4 November 1999. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hlm Nurasa, T. dan V. Darwis. 2007. Analisis Usahatani dan Keragaan Marjin Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes. J. Akta Agrosia. 101 Putrasamedja, S. dan P. Soedomo. 2007. Evaluasi Bawang Merah yang Akan Dilepas. J. Pembangunan Pedesaan. 73 Sumarni, N. dan A. Hidayat. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 Sumiati, E. 1996. Konsentrasi Optimum Mepiquat Klorida untuk Peningkatan Hasil Umbi Bawang Merah Kultivar Bima Brebes di Majalengka. J. Hort. 62 _______. dan N. Sumarni. 2006. Pengaruh Kultivar dan Ukuran Umbi Bibit Bawang Bombay Introduksi terhadap Pertumbuhan, Pembungaan, dan Produksi Benih. J. Hort. 161 Sutono, S., W. Hartatik, dan J. Purnomo. 2007. Penerapan Teknologi Pengelolaan Air dan Hara Terpadu untuk Bawang Merah di Donggala. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 41 Thamrin, M., Ramlan, Armiati, Ruchjaniningsih, dan Wahdania. 2003. Pengkajian Sistem Usahatani Bawang Merah Di Sulawesi Selatan. J. Pengkajian dan Pengemb. Teknol. Pert. 62141-153. ... Jumlah umbi bawang merah pada perlakuan kompos tablet 20 ton/ha menunjukan jumlah paling tinggi dan telah sesuai dengan potensi dari bawang merah varietas Bima. Menurut Azmi et al. 2011 yang menyatakan bahwa jumlah umbi bawang merah varietas Bima mencapai Potensi maksimum jumlah umbi bawang merah adalah 7 -12 umbi per tanaman. ...... Selain faktor kesediaan unsur hara, ukuran diameter umbi juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Menurut Azmi et al. 2011 yang menyatakan bahwa fenotipik tanaman dipengaruhi oleh dua unsur yaitu genetik dan kondisi lingkungan. Menurut Kartinaty et al. 2018 yang menyatakan bahwa diameter umbi bawang merah varietas Bima yang ditanam di Kalimantan Barat adalah mm atau setara dengan cm. ...Zakiyuddin AhmadChintya RamadhaniChintia Damayani Parangin Angin Eny FuskhahPenelitian ini untuk mengetahui hasil produksi tanaman bawang merah dan kandungan vitamin C umbi melalui perlakuan pemberian pupuk kompos diperkaya mineral dan Trichoderma sp. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap monofaktor 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan perlakuan tanpa pemberian pupuk, pupuk NPK mutiara 250 kg/ha, kompos tablet 5 ton/ha, kompos tablet 10 ton/ha, kompos tablet 15 ton/ha, dan kompos tablet 20 ton/ha. Parameter yang diamati adalah, jumlah umbi, diameter umbi, berat kering umbi, berat kandungan vitamin C umbi. Data pengamatan dianalisis dengan ANOVA dilanjutkan uji DMRT. Hasil penelitian menunjukan perlakuan pemberian pupuk kompos tablet diperkaya mineral dan Trichoderma sp. tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter umbi bawang merah. Namun pemberian pupuk kompos tablet diperkaya mineral dan Trichoderma sp. pada dosis kompos tablet 20 ton/ha berpengaruh terhadap jumlah umbi, bahan kering tajuk, dan bahan kering umbi.... Pengaturan jarak tanam pada hakekatnya adalah pengaturan ruang hidup sehingga persaingan terhadap unsur hara, air, sinar matahari antar individu tanaman dapat ditekan. Menurut Azmi et al., 2016, bahwa jarak tanam lebih rapat kemungkinan terjadi persaingan tanaman untuk mendapatkan air, unsur hara dan sinar matahari lebih besar, akibatnya aktivitas fotosisntesis menurun sehingga sintesi dan translokasi makanan ke dalam bunga dan buah menjadi kecil. ...... Dengan penerimaan cahaya yang banyak, maka aktivitas fotosistesis juga lebih tingg, sehingga energi yang ada juga semakin beasar akibatnya meningkatkan produksi. Menurut Azmi et al., 2016 bahwa produksi susatu tanaman ditentukan oleh aktivitas dalam sel dan jaringan tanaman. ... Gighih Wisnu Jaya PamungkasMS Prijo RahardjoIr. Junaidi MPThe narrowing of the agricultural area forces people to think about making maximum use of the existing land while multiplying the outputs, for example, by the verticulture system. There are several models in this system depending on the planting system to be adjusted to the size of the available land. They consist of a single pot system, hanging, horizontal, terraced or vertical. For a strictly limited yard area, it seems that a hanging or vertical single pot system is more suitable. Meanwhile, only vertical and hanging systems are suitable for flats or apartments, because the yard is relatively non-existent. This research focused on the planting of shallots by the verticulture system at various sizes of polybags and the various planting distance between the racks. This research used a factorial design based on a randomized block design consisting of two factors. The results of the study concluded that there was an interaction between the treatment of polybags size and the planting distance between the shelves in the growth parameters, namely plant height at age 21 and 28 days after planting DAP. The number of leaves had significant interactions at the age of 28 and 35 DAP. Meanwhile, for the production parameters of wet weight and dry weight of plants, the combination of P2 R2 and P3 R3 treatments gave the highest yield on the parameters of plant height, the number of leaves, wet weight of stover and dry weight of stover. Separately, the P2 and P3 polybag size treatments gave the highest yields on the parameters of the number of tubers per plant. While the distance between treatment racks R2 and R3 gave the highest results. Dengan semakin menyempitnya areal pertanian, maka perlu kita pikirkan bagaimana memanfaatkan lahan yang ada secara maksimal dan hasilnya berlipat ganda. Misalnya dengan sistem vertikultur. Sistem ini ada beberapa model seperti yang diungkapkan oleh Lukman, 2011, yaitu sistem penanaman yang dipilih sebaiknya disesuaikan dengan luas tidaknya lahan yang tersedia. Apakah sistem pot tunggal, gantung, horizaontal bertingkat maupun vertikal, Tetapi untuk halaman yang sangat terbatas luasnya, agaknya sistem pot tunggal gantung atau vertikal lebih sesuai. Sementara untuk rumah susun hanya sistem vertikal dan gantung yang sesuai, karena halamannya relatif tidak ada. Bils ysng dipilih tepat, lingkungan rumah akan tampak hijau tapi tidak terkesan menyita tempat. Dari permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini akan dicoba upaya penenaman bawang merah dalam sistem vertikultur pada berbagai ukuran polibag dan jarak antar rak. Percobaan ini menggunakan rancangan faktorial yang disusun berdasarkan rancangan acak kelompok yang terdiri dari dua faktor. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut Terjadi intersaksi antara perlakuanukuran polibag dengan jarak antar rak pada parameter pertumbuhan yaitu tinggi atanaman umur 21 dan 28 HST interaksi sangat nyata dan umur 35 HST interaksi nyata. Parater jumlah daun interaksi nyata pada umur 28 dan 35 HST. Sedangkan pada parameter produksi berat basah dan berat kering tanaman. Kombinasi perlakuan P2 R2 dan P3 R3 memberikan hasil tertinggi pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah brangkasan dan berat kering terpisah pada perlakuan ukuran polibag P2 dan P3 memberikan hasil yang tertinggi pada parameter jumlah umbi per tanaman. Sedangkan jarak antar rak perlakuan R2 dan R3 memberikan hasil yang tertinggi.... Perlakuan jarak tanam 10 cm x 20 cm pada kombinasi biochar memperlihatkan bobot tanaman yang tertinggi pada tanaman bawang merah Hidayatullah et al., 2021. Menurut penelitian Azmi et al. 2011 bawang merah merupakan tanaman hari panjang, proses pembentukan umbi lebih lama dibandingkan tanaman hari pendek. Bawang merah dapat terus tumbuh untuk menghasilkan cabang ketika panjang hari minimum tercapai. ...Amanda Iktacia NolaTaufan HidayatJumini JuminiAbstrak. Penelitian ini memiliki tujuan bagaimana mengidentifikasi pengaruhnya jarak tanam dan dosis kompos ampas kopi terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Riset ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK faktorial 4 x 3 yang 3 pengulangan. Faktor yang diperhatikan yakni jarak tanamnya yang berisikan 3 taraf yakni 10 cm x 15 cm, 15 cm x 25 cm, dan 20 cm x 30 cm dan penambahan dosis kompos ampas kopi yang berisikan 4 taraf kontrol, 15, 30, dan 45 ton ha-1. Hasil riset memperlihatkan bahwasanya jarak tanam memiliki pengaruh yang nyata terhadap potensi hasil. Produksi tanaman terbaik ditemui di perlakuan berjarak tanam 10 cm x 20 cm. Dosis kompos ampas kopi berpengaruh sangat nyata pada tingginya tumbuhan berumur 2, 4, dan 6 MST, diameter umbi, bobot kering umbi per rumpun, dan produksi tanaman. Pertumbuhan dan hasil bawang merah paling baik ditemukan dalam perlakuan kontrol tanpa kompos. Ada interaksi yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman 2, 4, dan 6 MST, diameter umbi, bobot kering umbi per rumpun dan interaksi nyata terhadap potensi hasil. Pertumbuhan dan produksi bawang merah terbaik ditemui di penggabungan perlakuan jarak tanam 10 cm x 20 cm yang berperlakuan kontrol tanpa kompos ampas kopi.Kata kunci Ampas kopi, Bawang merah, Jarak tanam, KomposAbstract. The aim of tis study is to find out the effect of planting distance and the dose of coffee pulp compost on the growth and production of onions. Method that used in this study is a Randomized Design Group of 4 x 3 factorial patterns with 3 repeats. Factors studied were planting distance consisting of 3 levels 10 cm x 15 cm, 15 cm x 25 cm, and 20 cm x 30 cm and a dose of coffee pulp compost consisting of 4 levels control, 15, 30, and 45 tons ha-1. The results showed that planting distance has a very real effect on the potential of results. The best potential results are found in the treatment of planting distance of 10 cm x 20 cm. The compost dose of coffee grounds has a very noticeable effect on the height of plants aged 2, 4, and 6 WAP, bulb diameter, dry weight of bulbs per clump, and potential yield. The best onion growth and results are found in the control treatment without compost. There is a very noticeable interaction with plant height of 2, 4, and 6 WAP, bulb diameter, dry weight of bulbs per clump and real interaction of potential yields. The best growth and production of onions is found in the combination of 10 cm x 20 cm planting distance treatment with control treatment without coffee grounds compost.... Pengaplikasian giberelin dapat berhasil jika dilihat dari jenis tanaman, varietas, dan kondisi tanaman tersebut Lakitan, 1990. Azmi et al. 2011 menyatakan varietas Bima Brebes, Sumenep dan Maja memiliki diameter berbeda karena adanya pengaruh faktor genetik dari setiap varietas. Putrasamedja 2007 menyatakan diameter umbi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. ...Farah ZairinaMarai RahmawatiMardhiah HayatiBawang merah memiliki harga jual yang tinggi di pasaran. Penggunaan giberelin pada beberapa varietas bawang merah merupakan faktor pendukung dalam berhasilnya budidaya bawang merah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari kedua faktor yang diteliti yaitu konsentrasi giberalin dan varietas, serta interaksi antara kedua faktor tersebut. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Kebun Percobaan dua dan Laboratorium Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala dari Juni hingga Agustus 2021. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan. Faktor yang diteliti yaitu konsentrasi giberelin 0 ppm, 125 ppm, dan 250 ppm dan tiga varietas Bima Brebes, Tajuk, dan Vietnam. Hasil penelitian memperlihatkan, konsentrasi giberelin berpengaruh nyata pada tinggi tanaman umur 40 HST. Tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan kontrol. Tinggi tanaman umur 70 HST tertinggi pada varietas Tajuk. Jumlah anakan per rumpun umur 30, 40, 50, 60 dan 70 HST, dan jumlah umbi per rumpun tertinggi pada varietas Bima Brebes. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara kedua faktor yang diteliti. The Effect of Gibberellin Concentration on Growth and Yield of Several Shallot Allium ascalonicum L. VarietiesShallots are commodities that have a high selling value in the market. The use of gibberellins in several shallot varieties is a supporting factor to the success of shallot cultivation. The purpose of this research is to appropriate concentration of gibberellins and varieties, as well as the interaction between these two factors on the growth and yield of shallots. This research was conducted in Experimental Garden 2 and Horticulture Laboratory, Agriculture Faculty, Syiah Kuala University during June until August 2021. This research used a 3 x 3 factorial randomized block design that repeated three times. The factors researched was the concentration of gibberellins 0 ppm, 125 ppm, 250 ppm and three shallot varieties Bima Brebes variety, Tajuk variety, and Vietnam variety. The results showed, that the concentration of gibberellins significant to plant height on 40 DAP. The highest plants were found in the control treatment. The highest plant at 70 DAP was found in Tajuk variety. The best number of saplings per clump on 30, 40, 50, 60, and 70 DAP, and the number of bulbs per clump on Bima Brebes variety. There was no interaction between the concentration of gibberellins and shallot varieties on all observed variables.... an terjadi Luta, 2020. Varietas bima dapat beradaptasi baik di lahan sulfat masam, sehingga varietas bima mampu beradaptasi dengan luas dikarenakan fenotipik tanaman ditentukan oleh interaksi antara genetik varietas dengan lingkungan. Varietas yang berdaya hasil tinggi di suatu temoat belum tentu memberikan hasil yang sama ditempat lain Azmi, et. al, 2011 ...Luta Devi AndrianiSiregar MaimunahWahyuni Sri Br. PAGrowth of shallot plants could be increased through good plant cultivation such as using organic materials that can improve physical, chemical and biological properties in the soil and contain macro and micronutrients so that organic matter is needed in the form of municipal waste compost. The research objective was to study the responsiveness of the growth of onion varieties due to the application of municipal waste compost. This research was carried out in the Bandar Senembah village Binjai district Barat in February-March 2019. The study used a randomized block design RAK with 2 factors and 3 blocks. The first factor is the variety V and the second factor is Municipal waste compost K. The results showed that that the best varieties are varieties Bima Brebes. Where the variety showed the highest leaf length per sample and highest number of tillers per sample while the application of municipal waste compost does not show a significant effect on parameters of leaf length per sample but for the number of tillers per sample shows a significant effect where the best results in the application of 3 kg/m2 plot municipal waste compost. REFERENCES Ahmed, M. E., El-Kader, N. I. A. & Derbala, 2009. Effect of Irrigation Frequency and Potassium Source on the Productivity, Quality, and Storability of Garlic. Australian Journal Of Basic and Applied Sciences, 34, 4490–4497. Alfian, D. F., Nelvia & Yetti, H. 2015. The Effect of Potassium Fertilizer and Compost Mixture of Oil Palm Empty Bunches with Boiler Ash on Growth and Yield of Onion Allium ascalonicum L.. Jurnal Agroekoteknologi, 52, 1-6. Amiroh, A. 2017. Pengaplikasian dosis pupuk bokashi dan KNO3 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman melon Cucumis melo L.. Jurnal Saintis, 91, 25 - 36. Arisha, H. M. E.,. Ibraheim, S. K. A & El-Sarkassy, N. M. 2017. The response of garlic Allium sativum L. yield, volatile oil, and nitrate content to foliar and soil application of potassium fertilizer under sandy soil conditions. Middle East Journal of Applied Sciences, 71, 44-56. Aslamiah, I. D., dan Sularno. 2017. The response of growth and production of peanut plants of the addition of organic fertilizer concentration and reduction of an organic fertilizer dosage. Prosiding Seminas Nasional Fakultas Pertanian UMJ. BPS. 2018. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Jakarta. Gunadi, N. 2009. Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber pupuk kalium pada tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura, 192,174-185. Hickey, M. 2012. Growing Garlic in NSW Second Edition. Primefact 259. Department of Primary Industries. NSW Government. Australia. Hilal, Selim, & El-Neklawy, 1992. Enhancing and retarding effect of combined sulfur and fertilizer applications on crop production in different soils. In Proceedings Middle East Sulphur Symposium 12-16 February, Cairo, Egypt. Marschner, P. 2012. Mineral Nutrition of Higher Plants Third Edition. Elsevier Ltd. Oxford. Nainwal, R. C., Sigh, D., Katiyar, R. S., Sharma, I & Tewari, S. K. 2015. The response of garlic to integrated nutrient management practices in a sodic soil of Uttar Pradesh, India. Journal of Spices and Aromatic Crops, 241, 33-36. Putra, A. A. G. 2013. Kajian aplikasi dosis pupuk ZA dan kalium pada tanaman bawang putih Allium sativum L.. Jurnal Ganec Swara, 72, 10–18. Setiawati, W., Murtiningsih, R., Sopha, G. A & Handayani, T. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Shafeek, M. R., Nagwa, M. H., Singer, S. M., & El-Greadly, N. H. 2013. Effect of potassium fertilizer and foliar spraying with Ethereal on plant development, yield, and bulb quality of onion plants Allium cepa L. Journal of Applied Sciences Research, 92, 1140-1146. Sholihin, Y., Suminar, E., Rizky, & Pitaloka, 2016. Meristem explants growth of garlic Allium sativum L. Cv. tawangmangu on various compositions of kinetin and ga3 in vitro. Jurnal Kultivasi, 153, 172–179. Sulichantini, E. D. 2016. Effect of plant growth regulator Concentration Against Regeneration Garlic Allium sativum L In the Tissue Culture.. Jurnal Agrifor, 151, 29–38. Suminarti, 2010. The Effects of N and K Fertilization on the Growth and Yield of Taro on Dry Land. Akta Agrosia, 131, 1–7. Uke, K. H. Y., Barus, H & Madauna, I. W. 2015. Effect of Tuber Sizes and Potassium Dosages on Growth and Production of Shallots var. Lembah Palu. Jurnal Agrotekbis, 36, 655 - 661. Utomo, & Suprianto, A. 2019. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah Allium ascalonicum L. varietas thailand terhadap perlakuan dosis pupuk kusuma bioplus dan KNO3 putih. Jurnal Ilmiah Hijau Cendekia, 41, 28–34. Wu, C., Wang, M., Cheng, Z & Meng, H. 2016. The response of garlic Allium sativum L. bolting and bulbing to temperature and photoperiod treatments. Biol Open, 54, 507-518.... Bulbs from loose spacing tend to have larger tuber diameters. Azmi et al., [7] reported similar results that large tubers will produce tubers with a large diameter as well. ...T E N SiagianE R SasmitaE B IrawatiShallot Allium ascalonicum L. is a kind of horticultural commodity, which has good development potential in Indonesia. In order to overcome the uncertainty of climatic conditions and demand that continues to increase as the population of Indonesia increases, it is necessary to develop shallot cultivation techniques using the NFT hydroponic system. This study aimed to determine the effect of the interaction between plant spacing and tuber cutting on the growth and yield of shallots. The study was conducted in February-April 2021 at Hidroponikpedia, Pandowoharjo, Kab. Sleman, Special Region of Yogyakarta 55512. The study used a two-factor split-plot design replicated 3 times. The main plot used plant spacing consisting of 3 levels 10x10 cm, 10x15 cm, and 10x20 cm and the subplot used the tuber cutting consisting of 3 levels without cutting, cutting 1/3 parts, and cutting 1/4 parts. Record data on growth and yield parameters, and perform analysis of variance ANOVA at the 5% level of significance. The results showed that there was no interaction between plant spacing and tuber cutting on the growth and yield of shallot. The tuber cutting treatment has obvious growth and yield, but the difference in plant spacing between the kinds of plant spacing is not nofiyantoPriyono PriyonoSiswadi SiswadiPenelitian ini berjudul “Kajian Dosis Pupuk N Dan Pupuk Kandang Kambing Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah Allium Ascalonicum. L”. Tujuannya untuk mengkaji pengaruh pupuk N dan pupuk kandang kambing terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Pelaksanaan pada tanggal 18 November 2022 hingga 20 Januari 2023 di di Dusun Senayu, Desa Tunggur, Kec. Slogohimo, Kab. Wonogiri, Jawa Tengah. Metode yang digunakan yaitu RAKL Faktorial dengan 2 faktor. Faktor 1 yaitu pupuk kandang kambing K dengan 3 taraf, meliputi K0 = Kontrol, K1 = 100 g/tan, dan K2 = 200 g/tan. Faktor 2 yaitu dosis pupuk N dengan 4 taraf, sebagai berikut D0 = Tanpa perlakuan, D1 = 0,5 gr/tan, D2 = 1 gr/tan, dan D3 = 1,5 gr/tan. Sehingga dari rancangan tersebut terdapat 12 kombinasi serta diulang 3 kali. Data parameter di dianalisis dengan ANOVA kemudian dilanjut menggunakan uji DMRT taraf 5%. Dari kesimpulan menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk N berpengaruh terhadap pengamatan jumlah daun, pemberian pupuk kandang kambing berpengaruh pada pengamatan tinggi tanaman, diameter umbi, dan berat segar umbi per tanaman, Interaksi perlakuan dosis pupuk N dan pupuk kandang kambing tidak berpengaruh pada semua NurPenelitian ini bertujuan mengidentifikasi lengas tanah/kadar air pada perlakuan frekuensi penyiraman, mendapatkan varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman, mengetahui adanya interaksi antara varietas bawang merah dan frekuensi penyiraman yang diujikan dilihat dari variabel pertumbuhan dan hasil bawang merah. Penelitian lapangan dilakukan di Desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes selama tiga bulan Juni sampai dengan Agustus 2020. Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah tiga varietas bawang merah V1 = Bima, V2 = Kuning dan V3 = Sumenep. Anak petak ialah frekuensi penyiraman F1 = satu kali sehari, F2 = dua kali sehari. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %, apabila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil BNT taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar lengas tanah tertinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman dua kali sehari 36,05 cm-1, varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman adalah Sumenep V3 dan adanya interaksi varietas dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil bawang Puji AstokoNunuk HelilusiatiningsihTitik IrawatiABSTRAK Bawang merah merupakan tanaman semusim yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Di Kabupaten Nganjuk menurut data BPS, bawang merah ditanam di 19 kecamatan pada total lahan seluas ha di tahun 2019; ha di tahun 2020; dan lahan seluas ha di tahun 2021. Total produksi bawang merah sebesar ton pada tahun 2021 dengan produktivitas sebesar ton/ha. Produksi ini masih di bawah potensi produksi yang sebesar 10 ton/ha. Upaya untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan memberi perlakuan pembenah tanah. Tujuan penelitian adalah mengkaji produksi bawang merah dengan beberapa pembenah tanah. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan 3 macam pembenah tanah, yaitu 1 Orkap Pembenah tanah pupuk kandang 2 ton/ha + kapur pertanian 2 ton/ha + Urea 200 kg/ha +ZA 200 kg/ha + SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha; 2 BePom Pembenah tanah Beka-Pomi + bahan organik 2 ton/ha +Urea 200 kg/ha +SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha dan 3 Konven Metode yang diterapkan petani, yaitu pupuk NPK 16-16-16 dosis 400 kg/ha + Urea 200 kg/ha, ZA 200 kg/ha + pupuk majemuk NPS 16-20-12 dosis 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha. Setiap perlakuan dilakukan di dua lokasi masing-masing seluas 1250 m2. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot basah tanaman, jumlah dan diameter umbi segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan BePom memberikan tinggi tanaman yang tertinggi dibanding perlakuan Konven. Jumlah anakan bawang merah terbanyak dicapai pada perlakukan Orkap. Sementara bobot basah tanaman, jumlah dan diameter umbi bawang merah tidak berbeda nyata pada semua perlakuan pembenah tanah. Ketiga perlakuan memberikan hasil yang sama baiknya. ABSTRACTShallot is an annual plant that is widely used as spice. In Nganjuk Regency, according to BPS data, shallots were planted in 19 sub-districts on a total land area of 13,861 ha in 2019; 14,505 ha in 2020; and land area of 16,780 ha in 2021. Total shallot production is tons in 2021 with a productivity of tons/ha. This production is still below the potential production of 10 tons/ha. Efforts to increase production can be done by treating the soil amendments. The research objective was to study shallot production with several soil amendments. The study was conducted using a randomized block design with 3 types of soil amendments, namely 1 Orkap 2 tons/ha of manure + 2 tons/ha of agricultural lime + 200 kg/ha of Urea + 200 kg/ha of ZA + SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha; 2 BePom Beka-Pomi soil enhancer + organic matter 2 tonnes/ha +Urea 200 kg/ha +SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha and 3 Konven The method applied by farmers, namely fertilizer NPK 16-16-16 dose of 400 kg/ha + Urea 200 kg/ha, ZA 200 kg/ha + compound fertilizer NPS 16-20-12 dose of 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha. Each treatment was carried out in two locations with an area of 1250 m2 each. Parameters observed included plant height, number of tillers, fresh weight of plants, number and diameter of fresh tubers. The results showed that the BePom treatment gave the highest plant height compared to the Konven treatment. The highest number of shallot tillers was achieved in the Orkap treatment. While the fresh weight of the plants, the number and diameter of shallot bulbs were not significantly different in all soil enhAslidayantiNurcayaPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Berbagai Ukuran Umbi terhadap pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah Varietas Bima. Dilaksanakan di Desa Arajang Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo yang pelaksanaannya berlangsung dari Februari sampai Mei 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK dengan perlakuan Ukuran Umbi bawang merah terdiri dari 3 antara lain ukuran kecil U1, Ukuran sedang U2 dan Ukuran Besar U3. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali, sehingga jumlah unit perlakuan sebanyak 15 3 x 5. Selanjutnya setiap unit perlakuan ditanam pada setiap petakan yang telah disiapkan dengan ukuran 1 m x 1 m. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Perlakuan pengaruh berbagai ukuran umbi bawang merah terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan, baik parameter pertumbuhan maupun parameter produksi. Berdasarkan hasil rata-rata pengamatan secara umum menunjukkan perlakuan ukuran umbi U2 ukuran sedang memberikan nilai rata-rata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan ukuran kecil U1 dan besar U3. Sesuai hasil produksi yang diperoleh untuk ukuran sedang U2 sebanyak 9,32 ton/ha, dan terendah perlakuan umbi kecil U1 sebesar 8,20 ton/ experimentation was done at Bangladesh Agricultural University, Mymensingh during, 2005-2006 to evaluate doses of paclobutrazol PBZ and bulb size of onion for their effect on growth and seed production of onion. Onion variety "Taherpuri" with three-bulb sizes viz., small, medium and large was used. Doses of PBZ were 20, 40, 80 ppm and no PBZ was used as control. A two-factor experiment was laid out in a randomized complete block design with three replications. PBZ application significantly reduced plant height, number of tillers per bulb, number of leaves per plant and length of scape. Number of flowers, umbels per bulb, umbel diameter, 1000-seed weight and seed yield were not influenced by PBZ concentrations used. Plant height, number of leaves per plant, length of scape, effective fruits per umbel, percentage of fruit set and seed yield were positively influenced by bulb size of onion. Variable interactive effects of PBZ dose and bulb size for different traits were L. BrewsterThis fully revised, expanded and updated edition of the successful text, Onions and Other Vegetable Alliums, relates the production and utilization of these familiar and important vegetable crops to the many aspects of plant science underpinning their production and storage technologies. Chapters cover species and crop types, plant structure, genetics and breeding, physiology of growth and development as well as pests and diseases, production agronomy, storage after harvest and the biochemistry of flavour, storage carbohydrates and colour and how this relates to nutritional and health benefits. From this wide perspective it is possible to see many examples where underlying scientific knowledge illuminates, explains and can improve agronomic practice. The reader will get an insight into how molecular methods are revolutionizing the study of taxonomy, genetics, pathology and physiology and how these methods are being applied in the breeding of improved size and maturity are key characteristics of an onion crop and the onset of bulbing is an important determinant of these. In this paper we describe an experiment in which bulb and neck diameter and leaf number were measured in onion crops cultivars Pukekohe Longkeeper and Early Longkeeper with different sowing dates planted at two different locations in New Zealand. A sensitive indicator of earliest time of bulbing was developed using the ratio of bulb and neck diameters and the statistical technique of cusums. Bulb diameter at bulbing was related to thermal time accumulated prior to bulbing. Bulbing only occurred when dual thresholds of a minimum thermal time of 600 degree days and a photoperiod of h were reached. Mathematical relationships were developed between leaf number, sowing date, bulbing date and bulb growth and maturity. Final bulb size could be predicted from bulb size at bulbing and number of leaves produced after bulbing. Bulb maturity date could be predicted by number of leaves after Stabilitas Hasil Bawang MerahE P AmbarwatiYudonoAmbarwati, E. dan P. Yudono. 2003. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah. Ilmu. 102 Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP D1R S BasukiBasuki, R. S. 2005. Penelitian Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP D1. 8 Petani Brebes terhadap Klon Unggulan Bawang Merah Hasil Penelitian_________. 2009c. Preferensi Petani Brebes terhadap Klon Unggulan Bawang Merah Hasil Penelitian. J. Hort. 193 Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes_________. 2010. Sistem Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes. J. Hort. 202 Genetik Beberapa Sifat dan Seleksi Klon Berulang Sederhana pada Tanaman Bawang Merah Kultivar AmpenanAris BudiantoDan NgawitSudikaBudianto, Aris, Ngawit, dan Sudika. 2009. Keragaman Genetik Beberapa Sifat dan Seleksi Klon Berulang Sederhana pada Tanaman Bawang Merah Kultivar Ampenan. Crop Agro. 21 Cara Pelayuan Daun, Pengeringan, dan Pemangkasan Daun terhadap Mutu dan Daya Simpan Bawang MerahD D HistifarinaMusaddadHistifarina, D. dan D. Musaddad. 1998. Pengaruh Cara Pelayuan Daun, Pengeringan, dan Pemangkasan Daun terhadap Mutu dan Daya Simpan Bawang Merah. J. Hort. 811036-1047.Bawangmerah (Allium cepa) merupakan salah satu rempah utama yang dimanfaatkan sebagai makanan dan obat tradisional dan pertanian utama produk untuk beberapa daerah di Indonesia.Selama 2015–2017, total produksi bawang merah di Indonesia meningkat dari 1,3 juta menjadi 1,5 juta ton per hektar. Meningkatkan pasar permintaan menambah
Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Umbi mini asal true shallot seed TSS dapat menghasilkan umbi-umbi berukuran besar dengan kualitas yang baik. Tujuan penelitian yaitu mendapatkan teknik produksi umbi mini/ bibit bawang merah asal TSS dengan jenis media tanam dan dosis pupuk NPK yang tepat di dataran rendah. Penelitian dilaksanakan di dataran rendah Subang dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2013. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial dua faktor dengan dua ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis media tanam arang sekam, kompos, arang sekam + tanah 11, arang sekam + kompos 11, arang sekam + kompos +tanah 111, dan aplikasi pupuk NPK 0, 100, 200, dan 300 kg/ha. Hasil percobaan menunjukkan bahwa media arang sekam + kompos + tanah dengan pupuk NPK 0–100 kg/ha merupakan teknik yang paling baik dalam memproduksi umbi mini di dataran rendah Subang dengan produksi umbi mini bobot segar 4–5 g/umbi sebanyak 141–158 per m2. Implikasi penelitian adalah umbi mini asal TSS dapat dikembangkan sebagai sumber benih yang lebih sehat dan lebih mudah penanganannya di penyimpanan dan pengangkutan daripada umbi biasa. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 239Rosliani, R et al. Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji ...Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji True Shallot Seed Dengan Jenis Media Tanam dan Dosis NPK yang Tepat di Dataran Rendah Production Technique of Shallot Bulblet from True Shallot Seedby the Appropriate Types of Growing Medium and NPK Fertilization Doses in the LowlandsRosliani, R1, Hilman, Y2, Hidayat, IM1, dan Sulastrini, I11 Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung Barat 403912 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jl Ragunan 29A, Pasar Minggu Jakarta 12540 E-mail rinirosliany Naskah diterima tanggal 12 Agustus 2014 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 22 September 2014ABSTRAK. Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Umbi mini asal true shallot seed TSS dapat menghasilkan umbi-umbi berukuran besar dengan kualitas yang baik. Tujuan penelitian yaitu mendapatkan teknik produksi umbi mini/ bibit bawang merah asal TSS dengan jenis media tanam dan dosis pupuk NPK yang tepat di dataran rendah. Penelitian dilaksanakan di dataran rendah Subang dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2013. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial dua faktor dengan dua ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis media tanam arang sekam, kompos, arang sekam + tanah 11, arang sekam + kompos 11, arang sekam + kompos +tanah 111, dan aplikasi pupuk NPK 0, 100, 200, dan 300 kg/ha. Hasil percobaan menunjukkan bahwa media arang sekam + kompos + tanah dengan pupuk NPK 0–100 kg/ha merupakan teknik yang paling baik dalam memproduksi umbi mini di dataran rendah Subang dengan produksi umbi mini bobot segar 4–5 g/umbi sebanyak 141–158 per m2. Implikasi penelitian adalah umbi mini asal TSS dapat dikembangkan sebagai sumber benih yang lebih sehat dan lebih mudah penanganannya di penyimpanan dan pengangkutan daripada umbi Allium cepa var. Ascalonicum; Biji botani; Daya tumbuh; Arang sekam; Kompos; Tanah; Cara tanam langsungABSTRACT. Seed is one of the factors that determine the productivity of the plant. Bulblets from true shallot seed TSS can produce large bulbs with good quality. The objectives of this research is to get a bulblets production techniques/seedlings of shallots from TSS by the appropiate types of growing medium and NPK fertilizer doses in the lowlands. The experiment was conducted in lowland Subang from May to August 2013. The experimental design used was a factorial randomized block design two factors with two replications. Treatments consists of the type of growing medium rice husk charcoal, compost, rice husk charcoal+ soil 1 1, rice husk charcoal + compost 1 1, rice husk charcoal + compost + soil 111 and NPK fertilizer application 0, 100, 200, and 300 kg/ha. The results showed that the rice husk charcoal + compost + soil and NPK fertilizer 0–100 kg / ha was the best technique in producing bulblets fresh weight 3–4 g/bulb as much as 141–158 bulblet per m2 in the lowlands Subang. Implications of the study is the bulblets from TSS can be developed as a source of seed that is healthier and easier handling in storage and transport than common Allium cepa var. ascalonicum; True shallot seed; Germination; Rice husk charcoal; Compost; Clay soil; Direct seeding methodBenih merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Selain dengan menggunakan umbi, perbanyakan tanaman bawang merah juga dapat menggunakan biji botani atau true shallot seed TSS sebagai sumber benih. Penggunaan biji botani bawang merah merupakan salah satu alternatif teknologi yang potensial dikembangkan untuk memperoleh benih bawang merah yang berkualitas. Menurut Permadi 1993 dan Rahim & Siddique 1990, penggunaan TSS sebagai benih dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi dan tanaman yang lebih sehat karena lebih sedikit mengundang penyakit layu fusarium ngoler, antraknosa Colletotrichum sp., bakteri, dan virus. Selain ketersediaan teknologi produksi benih TSS, masalah pokok TSS lainnya yang memerlukan pemecahan melalui penelitian adalah teknologi budidaya TSS untuk produksi umbi bibit. Menurut Putrasamedja 1995, benih TSS rerata hanya menghasilkan 1–2 umbi. Oleh karena itu umbi yang dihasilkan langsung dari benih TSS sebaiknya hanya digunakan sebagai umbi bibit dengan ukuran yang kecil 2–3 g yang disebut umbi mini. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Sumarni et al. 2012 yang menyatakan bahwa penggunaan umbi mini selain dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas umbi bawang merah, juga mengurangi penggunaan benih umbi/bibit bawang merah per satuan luas. Menurut Stallen & Hilman 1991, penggunaan umbi berukuran > 5 g/umbi untuk bibit tidak ekonomis. Permadi 1993 melaporkan bahwa penggunaan umbi mini menghasilkan umbi berukuran lebih besar dan budidaya TSS untuk produksi umbi mini/bibit bergantung pada penanganan kultur teknisnya, seperti cara tanam/cara semai, populasi tanaman, pemupukan, dan pemeliharaan lainnya di lapangan Rahim et al. 1992. Beberapa penelitian J. Hort. 243239-248, 2014 240J. Hort. Vol. 24 No. 3, 2014untuk produksi umbi mini telah dilakukan oleh Sumarni et al. 2001, Rosliani et al. 2002, Sumarni et al. 2002, serta Sumarni et al. 2005. Umumnya teknik memproduksi umbi mini dilakukan dengan penanaman biji secara langsung di lapangan atau bedengan persemaian dengan berbagai kerapatan tanaman per satuan luas. Penggunaan kerapatan tanaman 3 g/m2 serta penggunaan naungan plastik transparan dan mulsa sekam padi mampu menghasilkan persentase umbi mini paling tinggi Rosliani et al. 2002, namun jumlah umbi mini per satuan luas yang dihasilkan masih sangat rendah. Hal ini disebabkan banyak biji yang tidak tumbuh maupun yang tidak membentuk umbi. Sumarni et al. 2012 melaporkan bahwa penggunaan naungan plastik putih transparan dari awal semai sampai panen dapat mengatasi pengaruh negatif lingkungan terhadap pertumbuhan bawang merah asal TSS sehingga mampu menghasilkan produksi umbi yang tinggi dibandingkan dengan tanpa naungan. Produksi umbi asal TSS pada jenis tanah Andisol yang subur umumnya tidak menghasilkan umbi mini tetapi umbi berukuran besar sebagaimana yang dilaporkan oleh Sumarni & Rosliani 2010. Rerata ukuran umbi yang diproduksi adalah umbi berukuran > 5 g. Menurut Thanunathan et al. 1997 dalam Bendegumbal 2007, jenis media tanam dapat memengaruhi besarnya ukuran umbi bawang merah. Media bukan tanah atau campurannya dengan tanah umumnya menghasilkan umbi yang lebih kecil daripada media tanah. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Sumarni et al. 2001, Rosliani et al. 2002, Sumarni et al. 2002, Sumarni et al. 2005 dengan menggunakan media pasir dan/atau arang sekam secara hidroponik namun produksi umbi mini per satuan luas masih rendah. Masih banyak media tanam bukan tanah yang perlu diteliti untuk produksi umbi bibit bawang merah berukuran mini yang cocok untuk dikembangkan. Selain media tanam, komposisi hara yang tepat juga menentukan produksi dan ukuran umbi yang dihasilkan Thanunathan et al. 1997 dalam Bendegumbal 2007. Menurut El-Naggar & El-Nasharty 2009, dosis pemupukan tinggi NPK 19-19-19 5 g/tanaman meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan mempercepat pertumbuhan umbi. Namun sebaliknya Brewster et al. 1991 melaporkan bahwa umbi mini dapat dihasilkan dengan pemberian dosis pemupukan rendah terutama N. Hasil penelitian Sumarni et al. 2002, 2005 dan Sumarni & Rosliani 2010 juga menunjukkan bahwa pemberian pupuk yang tepat untuk produksi umbi mini masih belum diperoleh karena umumnya umbi yang dihasilkan masih berukuran > 5 g. Selama ini, penelitian untuk mendapatkan teknik produksi umbi mini umumnya dilakukan di dataran tinggi. Hasil observasi di dataran tinggi yang bersuhu rendah menunjukkan bahwa perkembangan tanaman lebih didominasi oleh pertumbuhan daun dan waktu panen lebih lama yaitu rerata > 3 bulan. Kemungkinan pembentukan umbi dipengaruhi oleh suhu yang lebih tinggi. Oleh karena itu pemilihan lokasi penanaman untuk produksi umbi mini dapat dicoba di dataran rendah yang bersuhu tinggi. Informasi teknik produksi umbi mini asal TSS di dataran rendah masih terbatas. Tujuan penelitian yaitu mendapatkan teknik produksi umbi mini/bibit bawang merah asal TSS dengan modikasi komposisi media dan dosis pupuk NPK yang tepat di dataran rendah. Hipotesis yang diajukan adalah komposisi media dan dosis pupuk NPK yang tepat dapat menghasilkan produksi umbi mini bawang merah yang tinggi di dataran rendah. Campuran media tanam dengan struktur gembur dapat menghasilkan umbi mini lebih banyak dibandingkan media tanam yang sarang maupun media tanam yang padat. Pemberian pupuk NPK dosis rendah lebih banyak memproduksi umbi mini daripada pupuk NPK dosis DAN METODEPenelitian dilakukan di dataran rendah Subang dengan ketinggian tempat 100 m dpl. dari bulan April sampai dengan Juli 2014. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor pertama jenis media A yang terdiri atas 1 arang sekam, 2 kompos, 3 arang sekam + tanah 11, 4 arang sekam + kompos 11, 5 arang sekam + kompos +tanah 111, dan faktor kedua merupakan aplikasi pupuk NPK 16-16-16 B terdiri atas 1 0, 2 100, 3 200, dan 4 300 kg/ha. Dengan demikian ada 20 kombinasi perlakuan yang diulang dua kali dan total ada 40 satuan percobaan. Luas satuan percobaan adalah 1 m2 netto dan total luas satuan percobaan sekitar 40 m2 netto atau 100 m2. Varietas TSS yang digunakan untuk pengujian teknologi produksi umbi mini adalah Bima Brebes dengan umur simpan 1,5 tahun. Kebutuhan benih TSS yang digunakan yaitu 3 g/m2 populasi sekitar 750 biji dengan total kebutuhan benih sekitar 120 g. Biji/TSS ditanam langsung pada bedengan yang diberi naungan plastik putih transparan. Lebar bedengan 1,2 m dengan tinggi sekitar 30 cm. Media tanam dihamparkan di atas permukaan bedengan dengan ketebalan 10 cm. Bahan kompos berasal dari kotoran domba yang telah dikomposkan matang dengan ciri aroma tidak berbau amoniak, struktur gembur, dan warna cokelat tua. Tanah yang digunakan adalah jenis Latosol dengan kandungan liat cukup tinggi >60%. 241Rosliani, R et al. Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji ...Pupuk NPK 16-16-16 diberikan dua kali dengan cara disiramkan merata ke seluruh bedengan pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam MST. Biji/TSS ditanam pada alur tanam dengan jarak antaralur 5 cm yang kemudian ditutup karung goni atau daun pisang dan dibuka setelah berkecambah. Pemeliharaan meliputi penyiraman dan penyiangan yang dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Media dijaga supaya tetap lembab. Untuk mengendalikan hama dipasang perangkap kuning dan insektisida selektif, sedangkan untuk mencegah serangan penyakit digunakan fungisida selektif seminggu sekali. Pengamatan meliputi persentase benih yang tumbuh pada umur 10 hari setelah tanam HST yaitu jumlah benih yang berkecambah dari banyaknya biji yang ditanam, persentase populasi tanaman yang hidup umur 28 dan 56 HST yaitu jumlah tanaman yang masih bertahan hidup dari banyaknya biji yang ditanam hingga umur 28 dan 56 HST, tinggi tanaman yaitu pengukuran tanaman dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi cm, produksi umbi segar per petak jumlah umbi yaitu banyaknya umbi yang dihasilkan dari satu petak perlakuan, bobot umbi yaitu berat umbi total dari satu petak perlakuan, ukuran umbi yaitu rerata bobot umbi individu per perlakuan. Analisis ragam pengaruh perlakuan dilakukan dengan menggunakan program statistical analysis system SAS dengan uji lanjut menggunakan DMRT Duncan Multiple Range Test pada α = 0,05. HASIL DAN PEMBAHASANDaya Tumbuh dan Populasi Tanaman yang HidupPengamatan daya tumbuh dilakukan setelah biji yang disemai berkecambah serempak pada berbagai perlakuan pada umur 10 HST. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis media tanam dengan pemupukan dosis NPK terhadap persentase daya tumbuh. Pada Tabel 1 terlihat bahwa secara independen jenis media tanam yang digunakan berpengaruh nyata terhadap persentase daya tumbuh TSS di lapangan. Media tanam arang sekam mempunyai persentase daya tumbuh tertinggi yaitu rerata 83,42% yang berbeda nyata dengan media kompos 77,72% dan campuran arang sekam + tanah 63,50%. Namun persentase daya tumbuh pada perlakuan media arang sekam tidak berbeda nyata dengan persentase daya tumbuh pada perlakuan campuran arang sekam + kompos 83,25% maupun campuran media arang sekam + kompos + tanah 81,17%. Dari data tersebut terlihat bahwa media tumbuh dengan struktur yang sarang atau ringan seperti media arang sekam tampaknya mempermudah perkecambahan biji TSS. Semakin sarang atau ringan media maka semakin tinggi daya tumbuh TSS seperti terlihat pada Tabel 1 yaitu perlakuan media yang mengandung arang sekam lebih tinggi persentase daya tumbuhnya. Menurut Resh 1985, arang sekam memiliki ciri-ciri sebagai berikut permukaan kasar sehingga sirkulasi udara tinggi banyak pori dan kapasitas menahan air tinggi, struktur sangat ringan berat jenis = 0,2 kg/l, berwarna hitam sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri. Berbeda dengan media-media yang berstruktur lebih berat seperti tanah atau kompos yang mempunyai daya tumbuh yang lebih rendah, yang diduga disebabkan karena media yang agak berat seperti tanah/kompos menghambat perkembangan kecambah. Hal ini terlihat pada perlakuan media dengan campuran arang sekam + tanah yang memiliki persentase daya tumbuh TSS paling rendah 63,50% dan juga media kompos saja 77,72%. Persentase daya tumbuh benih TSS pada umur 10 HST tidak dipengaruhi oleh pemupukan NPK karena NPK belum diaplikasikan sampai umur 21 HST. Rerata persentase daya tumbuh pada perlakuan pemupukan berkisar antara 76–78%. Biji bawang merah/TSS yang disemai atau ditanam pada luasan lahan 1 m2 dengan volume 3 g berisi sekitar 750 biji/TSS. Jika dihitung berdasarkan jumlah biji 750 per luasan 1 m2 maka tanaman asal TSS yang bertahan hidup sampai umur 28 HST bervariasi bergantung pada perlakuan media tanam maupun dosis NPK yang diaplikasikan seperti yang disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis media tanam dengan pemupukan dosis NPK terhadap populasi tanaman bawang merah asal TSS pada umur 28 dan 56 HST. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa populasi tanaman pada umur 28 HST sangat dipengaruhi oleh media tanam. Media tanam yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman sampai umur 28 HST adalah media kompos sebanyak 68,17%, disusul oleh campuran media arang sekam + kompos + tanah dan arang sekam + kompos masing-masing sebanyak 59,98% dan 54,92%, sedangkan pada perlakuan arang sekam + tanah dan arang sekam saja populasi tanaman yang masih bertahan berturut-turut sekitar 28,97% dan 21,33%. Pada 10 HST daya tumbuh tanaman pada arang sekam paling tinggi, tetapi sebaliknya pada umur 28 HST populasi tanaman terendah. Hal ini disebabkan media arang sekam sebagai tempat tumbuh tanaman tidak dapat menunjang tanaman tegak berdiri, akar tanaman atau benih muncul keluar di permukaan media sehingga banyak tanaman yang rebah dan akhirnya 242J. Hort. Vol. 24 No. 3, 2014Tabel 1. Pengaruh media tanam dan pemupukan NPK terhadap persentase daya tumbuh dan populasi tanaman pada umur 28 dan 56 HST di dataran rendah Subang Effect of growing medium and NPK fertilization on percentage of germination and plant population in lowland SubangPerlakuan TreatmentsDaya tumbuh Germination, %Populasi tanaman Plant population, %10 HST DAP 28 HST DAP56 HST DAPMedia tanam Growing mediumArang sekam Rice husk charcoalKompos CompostArang sekam + tanah Rice husk charcoal + clay soilArang sekam + kompos Rice husk charcoal + compostArang sekam + kompos + tanah Rice husk charcoal +compost + clay soil83,42 a77,92 b63,50 c83,25 ab81,17 ab21,33 d 68,17 a28,97 c54,92 b59,98 b7,38 d 16,71 b9,59 c17,80 b21,30 aPemupukan NPK NPK fertilization0 kg/ha100 kg/ha200 kg/ha300 kg/ha76,47 a76,80 a78,07 a78,13 a48,44 a48,93 a49,69 a39,63 a15,60 a14,48 a14,35 a13,79 aKK CV , % 15,73 11,97 17,68KOMPOSARANG SEKAMARANG SEKAM + TANAHARANG SEKAM + KOMPOSARANG SEKAM + KOMPOS + TANAHGambar 1. Pertumbuhan tanaman bawang merah asal TSS pada umur 28 HST pada berbagai media tanam Growth of shallot at 28 DAP plant from TSS in different growing mediamati. Berbeda dengan media yang agak padat seperti tanah maupun kompos, akar tanaman tidak keluar di permukaan media sehingga tidak banyak tanaman yang rebah. Populasi tanaman menurun pada umur 56 HST dan banyaknya populasi tanaman yang bertahan juga dipengaruhi oleh jenis media tanam. Pada umur tersebut media tanam yang paling baik adalah campuran arang sekam + kompos + tanah sebanyak 21,30%. Media tanam tersebut mempunyai komposisi yang paling tepat untuk perkembangan akar tanaman terutama ditinjau dari kegemburan media. Adanya arang sekam dan kompos pada komposisi media tersebut dapat mengurangi kepadatan media dan membentuk aerasi yang cukup sehingga akar berkembang lebih baik. Adanya tanah pada komposisi media tersebut mengakibatkan tanaman tidak mudah rebah karena perakaran tidak mudah terangkat ke atas permukaan media. Pada umur 56 HST, populasi tanaman yang hidup paling sedikit terjadi pada media arang sekam. Media ini paling banyak tanaman yang rebah dan akhirnya mati. Arang sekam memiliki struktur ringan sehingga tidak dapat menopang tanaman dan perakaran berkembang di atas permukaan media. Penambahan tanah sebagai campuran arang sekam pada perlakuan media arang sekam + tanah menyebabkan media tidak terlalu sarang, sehingga tanaman yang tumbuh tidak banyak yang rebah, perakaran berkembang di dalam media, tidak di atas permukaan media. 243Rosliani, R et al. Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji ...Pada umur 56 HST, pembentukan umbi telah cukup optimal tetapi belum cukup waktu panen Gambar 2. Tampaknya perakaran tanaman yang tidak masuk ke media menyebabkan akar tidak dapat menopang batang dan daun tanaman sehingga tanaman banyak yang rebah pada berbagai perlakuan media. Untuk mencegah masalah tersebut sebaiknya sampai umur 28 HST setiap minggu, perakaran tanaman ditutup media lagi. Pemupukan NPK dengan berbagai dosis juga tidak berpengaruh nyata terhadap populasi tanaman yang hidup pada umur 28 dan 56 HST. Rerata populasi tanaman yang hidup pada umur 28 dan 56 HST berturut-turut adalah 39,63 – 49,69% dan 13,79 – 15,60%. Namun, ada kecenderungan bahwa semakin tinggi dosis semakin tidak esien penggunaan pupuk NPK untuk tanaman bawang merah asal TSS tersebut. Pertumbuhan TanamanHasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara jenis media tanam dengan pemupukan NPK yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah. Pada Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman sangat berbeda antara kombinasi perlakuan media tanam dengan dosis NPK. Jenis media tanam sangat nyata memengaruhi kesuburan pertumbuhan tanaman yang tercermin dari peubah tinggi tanaman. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Nabih et al. 1987 bahwa media tanam yang lebih sarang/gembur menghasilkan pertumbuhan yang lebih subur daripada media tanah liat pada tanaman irish yang berumbi. Pada percobaan ini media yang cukup gembur seperti kompos sangat jelas memiliki pertumbuhan yang paling subur dengan tinggi tanaman antara 15,5–17,7 cm, disusul oleh media arang sekam+kompos 13,9–15,1 cm, arang sekam + kompos +tanah 9,6–11,5 cm, arang sekam 8,8–10,8 cm, dan arang sekam + tanah 2,8–4,7 cm yang sejalan dengan urutan banyaknya populasi tanaman yang hidup. Pertumbuhan tanaman yang berbeda juga dapat dilihat pada Gambar 1. Namun hasil yang berbeda dilaporkan oleh Taha 2012 yaitu jenis media tanam gembur/liat tidak selalu menghasilkan perbedaan pertumbuhan vegetatif seperti pada tanaman irish yang berumbi. Selanjutnya terlihat pada berbagai media tanam, semakin tinggi dosis NPK semakin tinggi pertumbuhan tanamannya. Hal ini berbanding terbalik dengan populasi tanamannya yang semakin tinggi dosis NPK semakin rendah populasi tanaman yang hidup. Tampaknya pemupukan NPK meningkatkan kesuburan tanaman sehingga pertumbuhan tanaman semakin tinggi dengan daun yang besar. Pertumbuhan tanaman yang subur ini tidak ditunjang oleh perakaran yang kuat menembus media tanam tetapi perakaran berada di atas permukaan media tanam, sehingga banyak yang rebah akibatnya banyak tanaman yang mati. Pada umur 56 HST, umumnya tinggi tanaman pada berbagai media tanam juga berbeda nyata antar kombinasi perlakuan, Gambar 2. Pertumbuhan tanaman bawang merah asal TSS pada umur 56 HST pada perlakuan media arang sekam + kompos + tanah dengan berbagai dosis NPK Growth of shallot from TSS at 56 DAP in treatment of rice husk charcoal + compost+ clay soil media with a various doses of NPK NPK 200 kg/haNPK 100 kg/haNPK 0 kg/haNPK 300 kg/ha 244J. Hort. Vol. 24 No. 3, 2014namun yang paling mencolok adalah media arang sekam + tanah yang sangat berbeda nyata dengan media tanam yang lainnya. Terlihat bahwa campuran media tanam arang sekam dan tanah 11 v/v dimana kandungan liat media adalah tinggi umumnya menunjukkan pertumbuhan paling kerdil yang diduga tekstur liat menghambat perkembangan perakaran. Menurut Brewster 1990, penyebaran dan tingkat perkembangan akar pada bawang-bawangan adalah sangat penting dalam memengaruhi pertumbuhan dan pembentukan umbi. Pertumbuhan vegetatif tanaman bawang merah asal TSS pada media tanam arang sekam dan tanah liat tetap kerdil meskipun diberi pupuk NPK Tabel 2. Tanah liat umumnya miskin unsur hara, memiliki pH serta KTK rendah. Tanah liat juga memiliki struktur tidak gembur yang dapat menghambat dan perkembangan akar tanaman bawang pupuk tidak meningkatkan perbaikan pertumbuhan tanaman karena diduga hara yang ditambahkan tidak terserap oleh akar tanaman. Menurut El-Naggar & El-Nasharty 2009, pada tanaman amarilis media tanam berupa tanah dengan tekstur liat baik tanpa maupun dengan pupuk juga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan vegetatifnya. Sebaliknya media kompos tanaman atau campurannya dengan tanah berpasir dengan pemberian pupuk NPK yang tinggi memberikan pertumbuhan yang subur. Struktur media yang gembur pada media kompos dan campurannya menghasilkan aerasi dan drainase yang baik untuk perkembangan akar dan menjaga kelembaban tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman. Pada percobaan ini, tanaman bawang merah yang paling subur juga terjadi pada media kompos dengan pemberian pupuk NPK yang tinggi. Kompos yang digunakan mengandung unsur N 0,75%, P2O5 0,5%, dan K2O 0,45% Lampiran 1. Dosis hara yang tinggi dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen, fosfor, dan kalium yang tinggi sehingga meningkat penyerapannya oleh tanaman. Telah diketahui bahwa terutama nitrogen merupakan komponen dalam molekul klorol untuk pertumbuhan Umbi MiniHasil analisis sidik ragam menunjukkan secara independen perlakuan jenis media tanam berpengaruh nyata terhadap ukuran umbi, bobot umbi, dan jumlah umbi per m2. Pada Tabel 3 terlihat bahwa rerata ukuran umbi segar yang dihasilkan pada berbagai jenis media umumnya di bawah 5 g, kecuali pada media kompos yang rerata berukuran 6,48 g. Umbi pada media arang sekam, arang sekam + kompos, dan arang sekam + kompos + tanah memiliki bobot yang sama sekitar 4 g, sedangkan yang paling kecil ukurannya adalah pada media arang sekam + tanah yang sebenarnya hampir tidak membentuk umbi hanya sedikit membengkak. Data tersebut menunjukkan bahwa media tanam yang mempunyai struktur padat yang berasal dari tanah yang bertekstur liat tidak menghasilkan produksi umbi asal biji sejalan dengan pertumbuhan vegetatif tanamannya yang tidak berkembang Tabel 1 dan 2. Bobot umbi per plot pada berbagai jenis media tanam berbeda nyata. Bobot umbi per plot tertinggi terdapat pada perlakuan arang sekam + kompos + tanah seberat 649,38 g per plot 1 m2 yang disebabkan karena jumlah umbi per plot nya juga tinggi yaitu 115,4 umbi. Bobot umbi per plot ini berbeda nyata satu sama lain di antara perlakuan jenis media. Bobot umbi segar per plot pada masing-masing media lainnya berurutan dari yang paling tinggi sampai terendah yaitu kompos 420,75 g, arang sekam + kompos 338,29 g, arang sekam 140,41 g, dan arang sekam + tanah 30,43 g. Jumlah umbi per plot antara media kompos 50,34 umbi dan media arang sekam + kompos 50,6 umbi berbeda nyata dengan jumlah umbi per plot pada media arang sekam 22,6 umbi dan arang sekam + tanah 18,1 umbi. Sebenarnya perlakuan arang sekam + tanah hampir tidak membentuk umbi tetapi hanya membengkak seperti bawang NPK pada berbagai dosis hanya berpengaruh nyata terhadap ukuran umbi, sedangkan terhadap bobot umbi per plot tidak berpengaruh nyata. Pemupukan NPK dengan dosis 100 kg/ha menghasilkan umbi bawang merah asal TSS seberat 2,98 g yang berbeda nyata dengan dosis NPK lainnya yang memiliki bobot seberat 3,7 – 4,64 g/umbi. Bobot umbi per plot tidak dipengaruhi oleh dosis NPK yang diaplikasikan. Dari data ukuran umbi, bobot per plot, dan produksi umbi mini tanpa pupuk NPK lebih esien dibandingkan dengan menggunakan pupuk NPK. Ada interaksi antara perlakuan jenis media dengan dosis pupuk NPK terhadap jumlah umbi per plot Gambar 3. Media arang sekam + kompos + tanah dengan dosis NPK 0–100 kg/ha memberikan jumlah umbi mini yang paling banyak 141–158 umbi dan berbeda nyata dengan perlakuan jenis media dan pemupukan NPK lainnya. Tampaknya media tanam yang gembur berasal dari campuran arang sekam + kompos + tanah merupakan komposisi media yang ideal untuk pengumbian bawang merah asal TSS dengan ukuran mini. Hasil serupa pada tanaman iris berumbi lapis yang dilaporkan oleh Nabih et al. 1987 menunjukkan bahwa media tanam dengan struktur gembur berupa kompos dengan tanah yang bertekstur liat sedang, menghasilkan pengumbian yang lebih cepat dan meningkatkan produksi bulbet/umbi mini dibandingkan media bertekstur liat ataupun media tekstur berpasir. 245Rosliani, R et al. Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji ...Tabel 2. Pengaruh media tanam dan pemupukan NPK terhadap tinggi tanaman bawang merah di dataran rendah Subang Effect of growing medium and NPK fertilization on plant height of shallot in lowland SubangMedia tanam Plant mediaNPK kg/ha Rerata Average0 100 200 30028 HST DAPArang sekam Rice husk charcoal Kompos Compost Arang sekam + tanah Rice husk charcoal + clay soilArang sekam + kompos Rice husk charcoal + compostArang sekam + kompos + tanah Rice husk charcoal + compost + clay soil8,8 i15,5 bc2,8 k13,9 e9,6 hi9,4 hi16,2 b2,6 k14,6 cde9,7 hi10,8 fg17,0 ab3,0 k14,3 d10,1 gh10,4 g17,7 a4,7 j15,1 cd11,5 f9,9 b16,6 a3,3 c14,5 ab8,2 bRerata Average10,1 a 10,5 a a 11,9 aKK CV, % 13,6156 HST DAPArang sekam Rice husk charcoal Kompos CompostArang sekam + tanah Rice husk charcoal + clay soilArang sekam + kompos Rice husk charcoal + compostArang sekam + kompos + tanah Rice husk charcoal + compost + clay soil30,8 e37,9 ab13,2 g36,1 bcd34,8 d32,5 e35,3 cd12,7 g37,2 abc36,0 cd35,9 bcd38,7 a13,9 fg37,3 abc35,2 cd34,8 d35,6 cd15,8 f36,3 bc35,9 bcd33,5 a36,9 a13,9 b36,7 a35,5 aRerata Average30,6 a 30,7a 32,2 a 31,7 aKK CV, % 12,84Tabel 3. Pengaruh media tanam dan pemupukan NPK terhadap ukuran umbi dan bobot umbi per plot bawang merah asal TSS di dataran rendah Subang Effect of growing medium and NPK fertilization on bulb size and bulb weight per plot of shallot in lowland SubangPerlakuan TreatmentsUkuran umbi Bulb size, gBobot umbi per plot Bulb weight per plot, g/m2Media tanam Growing mediumArang sekam Rice husk charcoalKompos Compost Arang sekam + tanah Rice husk charcoal + clay soilArang sekam + kompos Rice husk charcoal + compostArang sekam + kompos + tanah Rice husk charcoal +compost + clay soil4,23 b6,48 a 1,65 c*4,41 b3,99 b140,41 d420,75 b30,43 e*338,29 c649,38 aPemupukan NPK NPK fertilization0 kg/ha100 kg/ha200 kg/ha300 kg/ha3,96 a2,98 b4,64 a3,70 a320,56 a281,26 a348,52 a313,06 aKK CV, % 14,89 20,10* tidak membentuk umbi hanya membengkak [do not form bulbs just swell] 246J. Hort. Vol. 24 No. 3, 2014Tabel 4. Interaksi antara jenis media tanam dengan dosis NPK terhadap jumlah umbi mini di dataran rendah Subang Interaction betwen kind of growing medium and dose of NPK on the amount betwen bulblet in lowland SubangMedia tanam NPK kg/ha Rerata Average0 100 200 300Arang sekam Rice husk charcoal Kompos CompostArang sekam + tanah Rice husk charcoal + clay soilArang sekam + kompos Rice husk charcoal + compostArang sekam + kompos + tanah Rice husk charcoal + compost + clay soil15,0 i56,5 de15,0 i23,5 hi141,0 a17,0 i41,0 fg20,0 hi33,5 gh158,5 a29,0 ghi54,0 def16,0 i66,0 cd82,5 b29,5 ghi50,0 ef21,5 hi79,5 bc79,5 bc22,6 c50,4 b18,1 c50,6 b92,3 aRerata Average 50,2 a 54 a 49,5 a 52 aKK CV, % 13,9Jumlah terendah dihasilkan pada media arang sekam + tanah dengan maupun tanpa pemupukan NPK. Penambahan pupuk NPK tidak mampu meningkatkan jumlah umbi per plot. Tampaknya media arang sekam + kompos + tanah liat tanpa pemupukan NPK lebih esien untuk memproduksi umbi mini baik jumlah maupun bobotnya. Dari data tersebut menunjukkan bahwa untuk memproduksi umbi mini tidak diperlukan masukan pupuk yang tinggi bahkan sebaliknya tanaman tidak perlu atau hanya sedikit memerlukan tambahan pupuk. Tampaknya hara yang dibutuhkan untuk membentuk umbi mini cukup dari hara yang disediakan oleh media tanam Lampiran 1. Kandungan unsur kalium abu sekam lebih kurang sama dengan 30% K2O Soepardi 1983. Hasil tersebut sejalan dengan pernyataan Brewster et al 1991 bahwa untuk memproduksi umbi bibit mini dibutuhkan pupuk terutama N yang rendah, pada tanaman bawang bombay cukup 25 kg/ha. Pemberian N yang rendah dapat menghasilkan hard growth supaya umbi yang terbentuk berukuran kecil. Penambahan pupuk yang lebih banyak menyebabkan pertumbuhan vegetatif lebih subur Tabel 1 dan 2 sehingga umbi yang terbentuk juga jauh lebih besar Tabel 3. Menurut El-Naggar & El-Nasharty 2009 dosis pupuk NPK yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan mempercepat pertumbuhan umbi pada tanaman amarilis, hal ini disebabkan karena menurut Marschner 1995 bahwa pemberian pupuk NPK yang tinggi mempercepat pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan sintesis protein dan DAN SARAN1. Jenis media arang sekam + kompos + tanah 111 merupakan komposisi media yang paling ideal untuk memproduksi umbi mini di dataran rendah Pemupukan NPK dosis 100–300 kg/ha tidak memberikan pertumbuhan maupun produksi umbi mini yang tinggi. 3. Media arang sekam + kompos + tanah dengan pupuk NPK 0–100 kg/ha menghasilkan produksi umbi mini yang paling optimal di dataran rendah Subang yaitu 141–158 umbi per m2 dengan bobot segar 3–4 g/umbi .PUSTAKA1. Bendegumbal, SC 2007, Studies on effect of organics on seed yield and quality in onion Allium cepa L. cv. N-53, Tesis, Department of Seed Science and Technology College of Agriculture, Dharwad University of Agricultural Sciences, Dharwad – 580 005. 2. Brewster, JL 1990, Physiology of crop growth and bulbing’, in Rabinowitch, HD & Brewster, JL eds., Onions and allied crops, Florida CRC Press, Inc, pp. Brewster, JL, Rowse, HR & Bosch, AD 1991, The effect of sub-seed placement of liquid N and P fertilizer on the growth and development of bulb onions over a range of plant densities using primed and nonprime seed’, J. Hort. Sci., vol. 66, no. 5, pp. El-Naggar AH & AB El-Nasharty 2009, Effect of growing media and mineral fertilization on growth, owering, bulbs productivity and chemical constituents of Hippeastrum vittatum, Herb, Am-Euras, J. Agric. & Environ. Sci., vol. 6, no. 3, pp. Marschner, H 1995, Mineral nutrition of higher plants, Academic Press Limited, Nabih A, A El-Sayed & A Aly 1987, Effect of different soil media and fertilizer treatments on growth, owering, and bulb formation of iris bulbs cv. Ideal’, J. Agric. Res., vol. 13, pp. Permadi, AH 1993, Growing shallot from true seed, research result and problems’, Onion News Letter for the Tropics NRI United Kingdom, July 1993, vol. 5, pp. 35-38. 8. Putrasamedja, S 1995, Pengaruh jarak tanam terhadap pembentukan anakan pada kultivar bawang merah’, Bul. Penel. Hort., vol. XXVII, no. 4, pp. 87-92. 247Rosliani, R et al. Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji ...9. Rahim, MA & Siddique, MA 1990, Research on onion in Bangladesh’, Onion Newsletter for The Tropics NRI United Kingdom, July 1990, no. 3, pp. Rahim, MA, Hakim, A, Begun & Islam, MS 1992, Score for increasing the total yield and fullling the demand from onions during the hermd the bulb to bulb set method of production’, Onion Newsletter for The Tropics NRI United Kingdom, July 1992, no. 4, pp. 4-6. 11. Resh, HM 1985, Hydroponic food production, Woodbridge Press Publishing Co., Rosliani, R, Sumarni, N & Suwandi 2002, Pengaruh kerapatan tanaman, naungan, dan mulsa terhadap pertumbuhan dan produksi umbi mini bawang merah asal biji botani TSS’, J. Hort., vol. 12, no. 1, hlm. Stallen, MPK & Hilman, Y 1991, Effect of plant density and bulb size on yield and quality of shallots’, Bul. Penel. Hort., Edisi Khusus XX, no. 1, pp. Supardi, G. 1983, Sifat dan ciri tanah, IPB, Bogor. 15. Sumarni, N, Rosliani, R & Suwandi 2001, Pengaruh kerapatan tanaman dan jenis larutan hara terhadap produksi umbi mini bawang merah asal biji dalam kultur agregat hidroponik’, J. Hort., vol. 11, no. 3, hlm. Sumarni, N, Rosliani, R & Suwandi 2002, Pengaruh kerapatan tanaman dan konsentrasi larutan NPK 151515 terhadap produksi umbi mini bawang merah dalam agregat hidroponik’, J. Hort., vol. 12, no. 1, hlm. Sumarni, N, Sumiati, E & Suwandi 2005, Pengaruh kerapatan tanaman dan aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal biji kultivar Bima’, J. Hort., vol. 15, no. 3, hlm. Sumarni, N & Rosliani, R 2010, Pengaruh naungan plastik transparan, kerapatan tanaman, dan dosis N terhadap produksi umbi bibit asal biji bawang merah, J. Hort., vol. 20, no. 1, hlm. Sumarni, N, Rosliani, R & Suwandi 2012, Optimasi jarak tanam dan dosis pupuk NPK untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini di dataran tinggi’, J. Hort., vol. 22, no. 2, hlm. Taha, RA 2012, Effect of some soil types and some commercial foliar fertilizers on growth, owering, bulb productivity and chemical composition of iris plants’, Journal of Horticultural Science & Ornamental Plants, vol. 4, no. 2, pp. 221-6. 248J. Hort. Vol. 24 No. 3, 2014Lampiran 1. Kandungan unsur hara media tanam asal arang sekam, kompos dan tanah Latisol Content of growing medium nutrient from rice husk charcoal, compost, and Latisol soilJenis media Kind of mediaKandungan unsur hara Nutrient contentN total P2O5K2O Tanah Latisol Latisol soil0,18 % 5,6 ppm-Bray 1 52,7 ppm-MorganKompos Compost0,75 % 0,45 % 0,50 %Arang sekam Rice husk charcoal0,32 % 0,15 % 0,31 %Sumber Laboratorium Tanah dan Pupuk Balitsa Soil and Plant Laboratory of Balitsa ... Produksi cabai yang meningkat secara otomatis kebutuhan akan benih cabai juga meningkat. Benih berkualitas dipengaruhi oleh ekosistem Hilman et al., 2014, kultur teknis Dewi et al., 2018;Karo et al., 2018;Kurniasari et al., 2020;Palupi et al., 2015;Rosliani et al., 2012Rosliani et al., , 2014Sinaga et al., 2016, dan juga Teknik prosesing Gunarta et al., 2014;Krestini et al., 2017;Rahayu et al., 2017;Yuniarti et al., 2013. Pada prosesing benih cabai secara manual, buah cabai dapat diproses secara kering dan basah. ...... Produksi cabai yang meningkat secara otomatis kebutuhan akan benih cabai juga meningkat. Benih berkualitas dipengaruhi oleh ekosistem Hilman et al., 2014, kultur teknis Dewi et al., 2018;Karo et al., 2018;Kurniasari et al., 2020;Palupi et al., 2015;Rosliani et al., 2012Rosliani et al., , 2014Sinaga et al., 2016, dan juga Teknik prosesing Gunarta et al., 2014;Krestini et al., 2017;Rahayu et al., 2017;Yuniarti et al., 2013. Pada prosesing benih cabai secara manual, buah cabai dapat diproses secara kering dan basah. ... Chotimatul AzmiAstiti RahayuDeri SaparudinKualitas mutu benih cabai selain dipengaruhi dari kultur teknis pada saat di pertanaman, metode ketika prosesing juga berpengaruh. Metode kering dan basah direndam biasa dilakukan untuk prosesing benih cabai. Namun informasi terkait lama perendaman pada prosesing benih cabai masih terbatas. Oleh karena itu dilakukan percobaan untuk mengetahui perlakuan lama perendaman terbaik terhadap perkecambahan benih cabai. Percobaan dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran pada bulan Februari hingga April 2020 menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL satu faktor P1= control, P2 = direndam selama 1 jam, P3 = direndam selama 3 jam, dan P4 = direndam selama 24 jam diulang tiga kali. Parameter yang diamati antara lain persentase kecambah normal, abnormal, benih segar tidak tumbuh dan benih Mati. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa daya berkecambah perlakuan P2 91% nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan P3 dan tidak berbeda nyata dengan P1 dan P4 P2 merupakan perlakuan terbaik untuk prosesing benih cabai.... Several ways to use various types of biostimulants in shallot plants are using growth regulators [25], [34]-[36], [93]; using bacteria [19]- [21], [91], [92], fungus [25], seaweed [59], [60]. A combination of biostimulants based on seaweed and bacteria has been carried out on tomato plants [50] and chilli [49], however, information regarding the use of this combination in shallots is still very limited. ...The use of biostimulants from endophytic bacteria enriched with seaweed is still rarely used in shallot plants. This study was conducted to determine the effect of reducing NPK chemical fertilizers and adding biostimulants to shallot plants in the highlands. The research was conducted in Lembang, Indonesian Vegetables Research Institute, Indonesia IVEGRI from January to July 2021. A two-factor Randomized Complete Block Design used two types of biostimulant formulation biostimulant A, and biostimulant B, and the chemical fertilizer dose factors 7 levels with 3 replications. The observed parameters included plant height, number of leaves, clump fresh weight and dry weight of bulbs per sample and per hectare, as well as the Relative Agronomic Effectiveness RAE. The results showed that the application of 75% NPK plus biostimulant at a dose of 3ml/L applied as much as 5X gave the same RAE value as NPK 100%.... Hal ini diduga komposisi media tanam M3 tanahkomposarang sekam mampu memenuhi kriteria yang paling baik untuk menjadi media tumbuh bagi tanaman. Menurut Rosliani et al.2014 komposisi media tanam tanah, kompos dan arang sekam menjadi komposisi yang tepat dari segi kegemburan tanah. Kegemburan tanah dapat menjaga kelembapan pada media tanam. ...Ayu Sufi Rochima N Palupi PuspitoriniJeka WidiatmantaThis study aims to determine the influence of the combination of soil planting media, compost, husk charcoal, determine the influence of local microorganism concentrations and determine the interaction of the two on the growth and yield of leek plants. The research design used randomized block design arranged in factorial RBD with 2 factors. The first factor of the planting medium M is 4 combinations soil M0, soil compost M1, soil husk charcoal M2, and soil compost charcoal husk M3. The second factor is the concentration of local microorganisms P there are 3 throws 10 ml / l P1, 15 ml / l P2 and 20 ml / l P3. The variables of total weight and consumption weight showed a significant interaction with the best treatment of M3P3.... Plant height measurements were carried out at the age of 3 weeks after planting. The loose media structure on compost media and the mixture produces aeration and drainage which is good for root development and maintains soil moisture that is ideal for plant growth [14]. The friable planting medium produced more fertile growth than the clay media on rooted irish plants [15]. ... Lelya PramudyaniA SaburMuhammad YasinW YaniConventional red chili farming systems using inorganic fertilizer cause to overcome this problem, alternative technologies. The purpose of this study was to determine the effect of biofertilizer on the growth and yield of red chili in acid upland. The experiment was conducted in Harapan Masa Village, Tapin District, South Kalimantan from May 2016 to December 2016. The Pillars variety was used because of the high production. The study was arranged using a randomized block design with 4 treatments and 5 replications. The treatments consist of Po = manure application without biofertilizer + NPK fertilizer at a dose of 100%, P1 = manure application with biofertilizer + NPK fertilizer at a dose of 100%, P2 = manure application with biofertilizer + NPK fertilizer with a dose of 75%, P3=manure application with biofertilizer + NPK fertilizer at a dose of 50%. Variables observed included percentage of seedling death, plant height, fruit length, fruit diameter, percentage of death plants and crop production. The results showed that the use of biofertilizer on manure used + NPK fertilizer can increase plant height, fruit length and production of chili plant in acid upland also decrease the percentage of death plant.... The seed viability obtained was higher than the growing power of shallot seeds in Sopha et al. [19] research, namely obtained in soil seedling media and manure compared to other media paddy soil + sand + manure or soil + sand + manure. The seed viability of shallot seeds in various seedling media was obtained by [20] varies between The highest yield was in the media of husk charcoal, husk charcoal + compost, and husk charcoal + compost + soil. ...The research aimed to know the performance of seedlings and farmers’ perceptions of Shallot seed nursery techniques using soil blocks. The study was conducted in Grobogan Regency from September - November 2018. The research method used three nursery techniques, namely a seedbed with soil block, plastic bags, and plumbing. The data collected included technical data, namely data on the growth and productivity of shallots, and data on farmers’ perceptions of nursery techniques obtained by interviewing 30 farmers. Technical data were analyzed descriptively use an average value and t-test, evaluated farmer’s perceptions using 11 attributes and five evaluation scales, which were analyzed using a 5-scale interval scoring technique. The results showed that the average shallot productivity obtained by the soil block nursery technique was higher than the other nursery techniques. Farmers have a good perception of soil block nursery techniques compared to other methods because shallot seeds are very easy to grow, seedlings are very easy to move to the planting area, seedlings are very easy to grow in planted area, seedlings thrive in planted area, and size of the resulting bulbs is very big. The soil block nursery technique is an alternative to increasing shallot Yuniarti Ulima DarmaniaResmayetiSri LestariKomposisi Media Persemaian dan Perlakuan ketersediaan benih bawang merah yang bermutu salah satunya dengan penggunaan benih TSS. Benih TSS memiliki kelemahan yaitu biji harus disemaikan terlebih dahulu dan umur panen lebih lama. Dalam rangka meningkatkan produksi bawang merah dengan menggunakan benih TSS maka diperlukan komposisi media semai yang mendukung untuk perkecambahan dan pertumbuhan benih yang baik. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan persemaian benih bawang merah asal biji TSS terhadap penggunaan beberapa komposisi media persemaian dan perlakuan benih. Kajian dilaksanakan pada tahun 2020 di IP2TP Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten dengan menggunakan Rancangan Acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan yaitu P1 = media tanah + arang sekam + pukan 111 benih direndam air hangat, P2 = media tanah + arang sekam + pukan 111 benih tidak direndam air hangat, P3 = media tanah + arang sekam + pukan 111 + pupuk hayati Gliocompost benih direndam air hangat, P4 = media tanah + arang sekam + pukan 111 + pupuk hayati Gliocompost benih tidak direndam air hangat, P5 = media tanah + arang sekam + pukan 111 + Trichoderma benih direndam air hangat, P6 = media tanah + arang sekam + pukan 111 + Trichoderma benih tidak direndam air hangat, P7 = media tanah + cocopeat + pukan 111benih direndam air hangat, P8 = media tanah + cocopeat + pukan 111benih tidak direndam air hangat. Hasil kajian menunjukkan bahwa daya tumbuh benih bawang merah TSS yang tertinggi yaitu tanpa adanya perlakuan perendaman benih dengan air hangat dan media persemaian yang menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang yang tertinggi yaitu campuran tanah + pukan + sekam dan panjang akar yaitu campuran tanah + pukan + sekam + pupuk SusantoKiki Kusyaeri HamdaniDian HistifarinaWawan WahyudinPenggunaan biji TSS true shallot seed dalam teknologi budidaya produksi lipat ganda Proliga bawang merah telah dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kelayakan teknis dan ekonomi teknologi Proliga bawang merah di dataran tinggi. Penelitian dilaksanakan secara partisipatif pada lahan petani seluas 1000 m2 di Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka 1,000-1,200 mdpl pada bulan April-Agustus 2019. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga perlakuan dan tujuh ulangan. Perlakuan pertama Trisula biji dengan Proliga, kedua Lokananta biji dengan Proliga dan ketiga Bali Karet umbi dengan teknologi petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas bawang merah asal biji Trisula dan Lokananta dengan teknologi Proliga masing-masing sebesar ton ha-1 dan ton ha-1 sedangkan Bali Karet umbi dengan teknologi petani sebesar ton ha-1. Analisis ekonomi terhadap biaya persemaian menunjukkan bahwa teknologi Proliga bawang merah dapat menghemat biaya benih hingga 43% dan R/C rasio Proliga bawang merah lebih tinggi dibandingkan cara petani R/C Proliga Trisula, Proliga Lokananta, dan cara petani masing-masing sebesar dan Teknologi Proliga bawang merah asal biji secara teknis maupun ekonomi layak dikembangkan khususnya pada dataran tinggi karena produktivitasnya yang tinggi dan menguntungkan petani. Kata kunci analisis ekonomi, biji bawang merah, kelayakan ekonomis, kelayakan teknis, produktivitasWitono AdiyogaMathias Prathama Rini Roslianip>Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu, Balai Penelitian Tanaman Sayuran pada Maret-November 2018. Tujuan penelitian adalah mengestimasi kelayakan finansial teknologi produksi benih bawang merah TSS True Seed of Shallot. Percobaan lapangan produksi benih dilakukan untuk luasan m2. Keragaan usahatani dievaluasi melalui analisis anggaran usaha berdasarkan pencatatan usahatani. Sementara itu, kelayakan finansial dianalisis menggunakan NPV Net Present Value, IRR Internal Rate of Return, B/C ratio Benefit Cost Ratio dan PBP Pay Back Period. Hasil analisis anggaran menghasilkan indikator keragaan produksi benih sebagai berikut a biaya produksi Rp. b rasio penerimaan-biaya 1,49, c titik impas produksi 102 kg/hektar, dan d titik impas harga Rp. Analisis finansial berdasarkan parameter periode proyeksi 3 tahun; aliran kas 12 bulan; suku bunga 18%/tahun; proporsi modal 40% sendiri dan 60% kredit; luas lahan 1 hektar; produktivitas 150 kg/ha; dan harga output Rp. menghasilkan NPV = Rp. <0, IRR = sampai tingkat bunga 2% masih menunjukkan besaran NPV yang negatif <18%, Net B/C Ratio = 0,62 < 1, dan PBP = 1,5 tahun < 3 tahun. Berbagai kriteria tersebut mengindikasikan bahwa usahatani produksi benih TSS belum dapat dikategorikan layak secara finansial. Analisis sensitivitas menunjuk-kan bahwa kelayakan finansial baru tercapai jika terjadi pengurangan biaya produksi minimal 22%. Kelayakan finansial juga dapat dicapai jika terjadi minimal 15% peningkatan produktivitas atau 15% peningkatan harga benih. Penelitian ini menyarankan studi lebih lanjut untuk mengidentifikasi agroekosistem produksi paling ideal berpotensi produktivitas optimal, serta memperbaiki teknologi produksi benih TSS berorientasi peningkatan produktivitas dan efisiensi penggunaan input. Keywords produksi benih; benih biji botani bawang; analisis anggaran; kelayakan finansial Abstract A trial of 1,500 m2 seed production was conducted in the Indonesian Vegetable Research Institute during March-November 2018. The objective was to assess the financial feasibility of True Seed of Shallot TSS seed production technology. Farm performance was assessed by using enterprise budget, NPV Net Present Value, IRR Internal Rate of Return, B/C ratio Benefit Cost Ratio, and PBP Pay Back Period. Budget analysis results in a production costs of IDR 255,320,280/ ha, b revenue-cost ratio of c 102 kg/ha yield break-even-point, and d IDR 1,789,628/kg price break-even-point. Meanwhile, financial analysis based on some predetermined parameters has provided NPV = IDR -108,564,638 <0, IRR = up to 2% interest rate still shows negative NPV value <18%, Net B/C Ratio = <1, and PBP = years <3 years. Those criteria suggest that TSS seed production business is not yet categorized as financially feasible. Sensitivity analysis shows that financial feasibility may be achieved if there is minimally 22% reduced cost of production, or 15% increased yield, or 15% increased seed price. Further studies on identifying the most ideal agro-ecosystem with optimal yield potential, and improving TSS technology with an orientation to increasing yield and input-use efficiency are recommended.
penggunaanumbi bawang merah sekitar 1,5 ton/ha, bebas virus dan penyakit tular tanaman yang lebih sehat, daya hasil tinggi, dan hemat biaya produksi (Sumarni, et al., 2005) serta . 15 menghasilkan umbi bawang merah dengan kualitas yang lebih baik yaitu besar dan bulat (Putrasamedja, 2000). Penelitian penggunaan biji botani bawang merahPDwQ. 328 317 8 168 374 299 135 128 483